Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO, 20 Maret lalu, memuat wawancara dengan mantan Menteri Kehutanan, Hasjrul Harahap. Dalam wawancara itu disinggung pernyataaan Skephi. Karena keterbatasan informasi yang disampaikan dalam pernyataan Skephi itu, Skephi perlu menambahkan beberapa keterangan agar tidak timbul dugaan-dugaan yang tidak proporsional. Dalam pernyataan tersebut Skephi bertitik tolak pada beberapa bahan yang ada di tangan Skephi. Pertama, dokumen 78 halaman tentang Laporan Pengkajian Pengusahaan Hutan dan Pemanfaatan Sumberdaya Lain di Pulau Yamdena, Maluku. Itu merupakan laporan studi Tim Kaji Ulang (TKU) sebagai lembaga antarinstansi dan berada di bawah kompetensi Litbang Dephut. Kedua, dokumen 7 halaman berjudul Ringkasan Eksekutif. Ini memang ringkasan laporan studi TKU yang diberi judul ''Laporan Pengkajian Pengusahaan Hutan dan Pemanfaatan Sumber Daya Lain di Pulau Yamdena Provinsi Maluku'' di atas. Setelah membaca kedua dokumen, Skephi menyimpulkan, dalam meringkas itu terjadi pembelokan substansi laporan studi TKU. Itu terlihat mencolok ketika Ringkasan Eksekutif itu menuliskan kembali butir (1) yakni butir terpenting dari laporan studi TKU. Dalam laporan studi TKU butir (1), dengan jelas disebutkan, secara ekologis dan ekonomis HPH Pulau Yamdena dinyatakan tidak feasible. Bagian penting ini telah ''dihilangkan'', sehingga tersimpul HPH di Pulau Yamdena layak dan hanya membutuhkan perlakuan istimewa dalam pengelolaannya. Di samping mempelajari kedua dokumen itu, Skephi melakukan recheck ke beberapa sumber atas kesahihan Ringkasan Eksekutif itu. Recheck tersebut menyimpulkan anggota Tim Kaji Ulang tidak tahu-menahu adanya Ringkasan Eksekutif. Di lain pihak Skephi berkeyakinan Ringkasan Eksekutif merupakan bahan yang dibuat dan akan disirkulasikan kepada para pejabat elite Departemen untuk mengambil suatu keputusan. Dari keyakinan ini dan mempertimbangkan hierarki, tingkat Ringkasan Eksekutif lebih tinggi dari laporan studi TKU. Karena itu, Skephi merujuk Ringkasan Eksekutif untuk menyusun pernyataannya, betapapun berbeda dengan substansi laporan studi TKU. Karena itu, mana kata-kata yang benar dan mana yang bohong, terpulang pada otentisitas kedua dokumen tersebut, yang didapat Skephi dari lingkungan Departemen Kehutanan sendiri. Jika disebut kesalahan, barangkali karena Skephi tidak bisa membayangkan bahwa suasana Ormas dan Orpol ternyata bisa juga ditemukan di departemen lengkap dengan munculnya dokumen otentik dan tidak otentik. Atau, tiba-tiba, ada surat keputusan yang bertentangan dengan isi surat keputusan sebelumnya. Selain itu, Skephi perlu mengingatkan bahwa terbentuknya TKU adalah hasil dari proses desakan berbagai pihak yang sangat kompleks. Antara lain dua organisasi yang terlibat adalah ICTI (Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia) dan Pewarta (Persatuan Warga Tanimbar). Dua organisasi itu, sebagai wakil masyarakat Pulau Yamdena, langsung atau tidak langsung pernah menghadap DPR mempersoalkan kasus HPH di Pulau Yamdena. Melalui proses- proses ini, terbentuklah TKU. Dengan demikian, Skephi berkesimpulan bahwa TKU terbentuk karena desakan masyarakat Yamdena. Pertanyaan sebaliknya adalah: apakah TKU itu bisa terbentuk tanpa desakan berbagai pihak tersebut? Selanjutnya, karena DPR terlibat dalam proses terbentuknya TKU, seharusnya secara etis mendapat pemberitahuan mengenai perkembangan TKU. Memang cepat atau lambat DPR bisa memanggil pihak Departemen Kehutanan untuk mendengar hasil TKU. Namun, Departemen Kehutanan sendiri, atas itikad baiknya, bisa juga meminta waktu DPR untuk mempresentasikan hasil TKU ketimbang menunggu panggilan DPR atau reaksi masyarakat. Persoalannya menjadi lain jika Departemen Kehutanan memiliki itikad yang berbeda. Dalam wawancara itu disebutkan pula perbandingan dampak lingkungan antara HPH dan penggunaan lahan lain untuk pertanian dan perkebunan. Menjawab hal ini tidaklah mudah. SKEPHI tetap berpendapat bahwa tujuan dari semua pemanfaatan sumber daya alam haruslah untuk kemakmuran rakyat dan tidak merusak lingkungan. Pada akhirnya, walaupun ada berbagai masalah dalam discourse tentang kasus HPH di Pulau Yamdena, Skephi mengucapkan penghargaan setinggi-tingginya kepada Departemen Kehutanan yang telah mencabut izin HPH PT ANS di Pulau Yamdena untuk sementara. Kebijaksanaan ini, terlepas dari masih banyaknya kasus, menunjukkan bahwa Departemen Kehutanan ternyata terbuka terhadap kritik dan saran yang datang dari masyarakat. SKEPHI memohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak jika terdapat kesalahpahaman dalam mempermasalahkan kasus HPH Pulau Yamdena selama ini. S. INDRO TJAHJONO Jalan Pulo Asem Raya 23, Jatirawamangun Jakarta 13220
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo