TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi DPR RI selesai membahas 118 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja Bab 3 mengenai perizinan berusaha di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Rabu, 19 Agustus 2020.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan pembahasan 118 DIM RUU Omnibus Law tersebut dilakukan bersama pemerintah yang diwakili Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga dan Staf Ahli bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi. "Dengan demikian, selesailah pembahasan kami pada hari ini, 118 DIM," ujar Supratman, Rabu, 19 Agustus 2020.
Dalam penjelasannya, pemerintah menyampaikan bahwa pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan gedung merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan perizinan usaha nantinya. Pemerintah ingin membalikkan bisnis proses terkait IMB dari yang ada selama ini. Sebab masyarakat sering mengalami hambatan dalam pengurusan IMB, yaitu di mana ingin mengejar administrasi, tetapi kekurangan dengan standar teknis.
Oleh karena itu, pemerintah ingin memberikan kemudahan kepada masyarakat dengan menyiapkan standar teknis, kemudian bisnis prosesnya menyesuaikan. Dengan demikian, proses perizinan yang rumit terhadap IMB itu bisa lebih disederhanakan untuk menyiapkan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, dalam DIM pasal 23, 24, dan 25 RUU Cipta Kerja atau omnibus law perihal ketentuan pemutusan sanksi terhadap pelanggaran, Supratman, mengatakan pembahasan agar dilakukan kembali dalam rapat berikutnya bersama Tim Musyawarah (Timus).
Sementara itu, anggota Baleg DPR RI Bukhori Yusuf menyampaikan pada dasarnya pemerintah dalam rapat pembahasan bab perizinan berusaha, khususnya dalam hal perizinan bangunan dan gedung ingin lebih menekankan kepada spesifikasi dan kualifikasi bangunan. Tujuannya agar memiliki ketangguhan, kenyamanan, keamanan serta keselamatan bagi penghuninya, yaitu manusia.
Ia menambahkan ada sejumlah ketentuan persyaratan administratif tentang perizinan tersebut yang akan tetap memenuhi ketentuan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. "Oleh karena itu, seluruh ketentuan persyaratan administratif akan dijadikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang akan dibuat oleh pemerintah pusat namun eksekusinya oleh pemerintah daerah terkait," ujar Bukhori.
Secara khusus, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta draf RPP NSPK segera disampaikan ke DPR terkait pasal-pasal tentang syarat administratif yang akan dihapus dan rencananya akan masuk draf RPP NSPK itu. "Saya minta jaminan berupa ketentuan pasal yang menjamin bahwa ketentuan-ketentuan (desentralisasi dan otonomi daerah) tersebut harus menjadi arahan dalam menyusun NSPK," kata Bukhori.