Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Akibat Awan Tebal, Hilal di Surabaya Tak Tampak

Para peneliti dari Universitas Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tak melihat hilal akibat tertutup awan.

9 April 2024 | 21.10 WIB

Petugas melakukan pemantauan hilal atau rukyatulhilal di Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi DKI Jakarta, Jakarta, Selasa, 9 April 2024. Kementerian Agama menurunkan tim ke 120 lokasi di seluruh Indonesia untuk memantau hilal yang hasilnya akan dibahas dalam sidang isbat guna menentukan 1 Syawal 1445 H. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Perbesar
Petugas melakukan pemantauan hilal atau rukyatulhilal di Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi DKI Jakarta, Jakarta, Selasa, 9 April 2024. Kementerian Agama menurunkan tim ke 120 lokasi di seluruh Indonesia untuk memantau hilal yang hasilnya akan dibahas dalam sidang isbat guna menentukan 1 Syawal 1445 H. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti dari Universitas Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya gagal melihat kemunculan tanda hilal untuk menentukan 1 Syawal 1445 Hijriah atau perayaan Lebaran Idul Fitri. Dosen Ilmu Falaq Elly Uzlifatul Jannah menyebut timnya mengalami kesulitan melihat datangnya bulan sabit lantaran langit Surabaya tertutup awan tebal pada Selasa, 9 April 2024.

"Lintang minus tujuh derajat, cuaca sedang tidak mendukung. Untuk kategori awannya ini tebal sehingga tidak memungkinkan," kata Elly seperti dikutip dari Antara pada Selasa petang. Elly menyebut, kondisi awan tebal ini disebabkan mendung dan hujan yang tengah merundung Surabaya. Pantauan ini berbasis prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Elly lantas menjelaskan ihwal metode pengamatan hilal yang mereka lakukan menggunakan metode hisab yang didasarkan pada sistem ephemeris. Sistem tersebut merujuk pada data bulan dan data matahari yang berkaitan dengan perhitungan awal bulan. Yakni saat matahari dan bulan terjadi konjungsi atau berada dalam satu garis astronomis.

Sistem ephemeris acapkali digunakan untuk penentuan awal waktu salat dan arah kiblat. Kementerian Agama saban tahun menerbitkan buku ephemeris dan software WinHisab yang berguna untuk perhitungan data ephemeris matahari dan bulan.

Elly menyebut temuannya, hilal berada pada 5,5 derajat dan elongasi planet 8,8 derajat. Laporan pemantauan hilal oleh tim UINSA ini kemudian disampaikan ke Kementerian Agama dan menjadi salah satu bahan untuk sidang isbat. "Kesaksian rukyatulhilal kemudian menjadi disidangkan saat sidang isbat," ujar dia.

Dia berharap, hilal untuk penentuan 1 Syawal 1445 Hijriah bisa terlihat di daerah lain. Sehingga umat muslim di Indonesia bisa merayakan Lebaran secara bersama-sama pada Rabu, 10 April 2024. "Kalau dari luar Jawa semoga bisa terlihat di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tadi pagi ada laporan Bosscha lumayan cerah," katanya.

Proses rukyatul hilal juga melibatkan belasan mahasiswa Ilmu Falaq UINSA yang sudah duduk berjajar, sejak pukul 16.00 WIB. Para mahasiswa juga mendapatkan materi terkait dengan pelaksanaan penentuan Idul Fitri secara rutin.

Tim pemantauan juga menjelaskan masing-masing fungsi alat untuk rukyatul hilal. Belasan mahasiswa diberikan kesempatan untuk menjajal fungsi setiap alat pemantau. Rukiyatul hilal merupakan istilah mengamati hilal secara langsung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus