Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banoo, sebuah startup yang digawangi mahasiswa Indonesia di Imperial College London menjadi perwakilan Indonesia pertama yang berhasil membawa pulang hadiah utama WE Innovate, program akselerator bergengsi di Imperial College London.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banoo, didirikan oleh sejumlah mahasiswa Indonesia salah satunya Selly Shafira, mahasiswa MSc Innovation, Entrepreneurship & Management di Imperial College Business School. Dia dan timnya memenangkan hadiah utama £ 15.000 atau kurang lebih Rp 280 juta di Final WE Innovate pada 22 Juni lalu atas teknologi yang mereka ciptakan untuk mendukung petani ikan di Indonesia menjadi lebih produktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WE Innovate adalah program kewirausahaan khusus untuk pendiri wanita (women
founders) yang dijalankan oleh Imperial Enterprise Lab dan dirancang untuk menginspirasi serta mengakselerasi pertumbuhan startup yang dipimpin wanita. Di acara final yang diadakan secara tatap muka di London ini, lima finalis saling berhadapan dengan harapan memenangkan bagian dari hadiah senilai £30.000.
Sejak delapan tahun lalu didirikan, program revolusioner besutan kampus top dunia ini
telah memberikan berbagai peluang bagi wanita yang tertarik dalam berwirausaha, mulai dari mengembangkan ide bisnis dan keterampilan berwirausaha hingga meningkatkan investasi dan
koneksi.
Solusi untuk Pembudidaya Ikan
Menurut salah satu pendiri Banoo, Lakshita Aliva Zein, perubahan iklim telah mempengaruhi kualitas air dalam praktik budidaya sehingga meningkatkan risiko kematian ikan dan budidaya yang tidak efisien. Ia mengatakan petani ikan atau pembudidaya tidak bisa lagi mengandalkan metode tradisional untuk memprediksi cuaca atau kualitas air karena risiko kerugian yang semakin tinggi apabila tidak menggunakan teknologi untuk pemecahan masalah secara langsung.
Meskipun Indonesia memiliki potensi besar untuk budidaya perikanan, tim Banoo mengatakan bahwa kualitas air Indonesia tergolong rendah karena tambak tidak memiliki sistem sirkulasi oksigen yang baik, menghasilkan ikan yang tidak sehat dan limbah beracun.
Solusi Banoo adalah teknologi akuakultur yang terjangkau dan terintegrasi bagi pembudidaya ikan untuk memantau dan memecahkan masalah kualitas air secara real-time melalui sistem Internet of Things (IoT): sistem aerasi microbubble, sensor kualitas air, dan aplikasi seluler yang memungkinkan pembudidaya untuk memantau kolam mereka dari jarak jauh.
“Program ini sangat membantu kami, mulai dari pengetahuan mengenai Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI) hingga customer discovery. Kami telah meluncurkan aerator microbubble kami, MycroFish, berkat bantuan mentoring dari WE Innovate," katanya dalam rilis yang diterima Tempo pada Kamis, 30 Juni 2022.
Kembangkan Sistem dengan Energi Surya
Sistem Banoo adalah aerasi yang menghasilkan gelembung berukuran mikro untuk
meningkatkan oksigen terlarut dan meningkatkan kualitas air. Peningkatan oksigen terlarut ini
meningkatkan metabolisme ikan serta nafsu makan mereka.
Dengan metabolisme yang membaik, ikan akan makan lebih banyak sehingga lebih sedikit makanan ikan yang akan berakhir sebagai limbah di dasar kolam dan menghasilkan limbah air yang merusak lingkungan.
Sensor Internet of Things Banoo merupakan otak dari sistem Banoo yang dapat memantau kualitas air serta mengautomasi pengoperasian aerator microbubble. Dalam waktu dekat, tim Banoo berencana untuk mengembangkan sistem dengan energi surya untuk menjangkau pembudidaya di daerah terpencil dengan akses terbatas ke jaringan listrik agar tetap bisa menggunakan Banoo.
Dengan aplikasi seluler Banoo, pembudidaya ikan dapat memantau dan mengontrol kolam mereka dari mana saja sehingga menghemat biaya transportasi dan mengurangi risiko kerugian panen karena keterlambatan penanganan masalah.
Profesor Maggie Dallman, Wakil Presiden (Internasional) & Associate Provost (Kemitraan Akademik) dari Imperial College London mengatakan “Tidak ada tempat yang lebih penting daripada di bidang science, technology, engineering, and mathematics (STEM), di mana perempuan muda masih sangat kurang terwakili. Di Imperial, kami juga beruntung dapat menarik siswa dari berbagai latar belakang," ujarnya.