Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
SAAT jumlah kasus infeksi Covid-19 terus bertambah, banyak lembaga berlomba dengan waktu untuk menemukan obat atau vaksin, juga alat pendeteksi. Untuk mempercepat proses deteksi orang yang terinfeksi Covid-19 inilah peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menciptakan alat yang mendeteksi keberadaan virus SARS-Cov-2 melalui embusan napas. Alat ini diberi nama GeNose.
GeNose dikembangkan atas kerja sama berbagai disiplin ilmu di UGM. Ketua tim penelitinya Kuwat Triyana dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Anggotanya adalah Dian K. Nurputra dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK); Ahmad Kusumaatmaja dari FMIPA; dan Yodi Mahendradata, Antonia Morita Isaktiwati, dan Mohamad Saifudin Hakim dari FKKMK UGM.
Menurut Dian, penelitian untuk membuat alat ini sudah dilakukan sejak April lalu. Cara kerja alatnya mirip dengan pendeteksian oleh anjing. Bedanya, ini menggunakan penciuman elektronik. “Inspirasinya waktu itu melihat bahwa anjing saja bisa dilatih untuk membaui Covid,” kata dia, Rabu, 30 September lalu. Pendekatan semacam ini memang bukan hal yang sepenuhnya baru karena sudah dikembangkan juga untuk pendeteksian narkoba.
Alat ini, kata Dian, akan mendeteksi volatile organic compound (VOC). Itu adalah senyawa metabolik hasil interaksi virus SARS-Cov-2 dengan jaringan mukosa di tenggorokan kita. Virus itu menjadikan area di tenggorokan dan hidung sebagai rumah, bermetabolisme, melakukan proses hidup, dan mengeluarkan senyawa metabolisme yang secara spesifik memiliki pola. “Pola spesifik itu yang ditangkap sensor di dalam GeNose,” kata Dian.
Senyawa metabolisme itu, kata Dian, ditangkap sensor di GeNose dan diubah menjadi sinyal listrik yang kemudian diinterpretasikan oleh kecerdasan buatan (AI). “AI bekerja seperti otak kita. Kalau hidung kita membaui zat tertentu, misal menghirup bau dari kencing, maka otak kemudian menginterpretasi bahwa ini bau kencing. Sama seperti itu. Jadi, sensornya bertingkah seperti hidung kita, kemudian dibaca oleh si otak mesin itu untuk mengidentifikasi apakah ini baunya SARS-Cov-2 atau bukan,” dia menambahkan.
Alat penciuman elektronik seperti GeNose ini punya kelebihan dibanding menggunakan hewan seperti anjing. “Kalau membeli dan melatih anjing untuk bisa mendeteksi Covid-19 itu mahal. Bisa sampai Rp 4 miliar. Daya penciumannya juga bisa menurun,” kata Dian. Adapun penciuman elektronik seperti ini, kata dia, “Makin sering dilatih dengan sampel, makin akurat lagi.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo