Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Gunung Anak Krakatau Keluarkan Asap Hitam, Ini Artinya

Kolom asap hitam menandai tebalnya konsentrasi material magmatik yang dilepaskan saat erupsi Gunung Anak Krakatau.

7 November 2018 | 14.45 WIB

Lava pijar Gunung Anak Krakatau terlihat dari kawasan Kalianda, Lampung Selatan, Rabu, 5 September 2018. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Anak Krakatau masih berstatus level II atau waspada. ANTARA FOTO/Atet Dwi Pramadia
material-symbols:fullscreenPerbesar
Lava pijar Gunung Anak Krakatau terlihat dari kawasan Kalianda, Lampung Selatan, Rabu, 5 September 2018. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Anak Krakatau masih berstatus level II atau waspada. ANTARA FOTO/Atet Dwi Pramadia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bandung - Letusan Gunung Anak Krakatau pada Selasa, 6 November 2018, pukul 10.00, menghasilkan kolom abu berwarna hitam pekat condong ke arah utara.

Baca:
Gunung Anak Krakatau Alami 673 Kegempaan Kemarin
Gempa Pandeglang Tidak Berdampak ke Gunung Anak Krakatau
Sepanjang Rabu, Gunung Anak Krakatau Alami 232 Kegempaan Letusan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kolom abu teramati lebih-kurang 600 meter dari atas puncak atau sekitar 938 meter dari atas permukaan laut. Peralatan seismogram merekam erupsi tersebut terjadi dengan amplitudo maksimum 58 milimeter selama 54 detik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Wawan Irawan, mengatakan asap hitam tebal yang keluar bersama letusan Gunung Anak Krakatau terhitung biasa.

“Kolom asap antara abu-abu dan hitam itu merupakan material magmatik. Hanya kandungannya magmatiknya banyak atau tidak,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 November 2018.

Wawan menuturkan letusan terakhir Gunung Anak Krakatau terhitung dan terekam jelas. Pengamatan visual relatif sulit karena jarak dua pos pengamatan gunung itu, masing-masing berada di Banten dan Lampung, relatif jauh.

“Saat itu tampak jelas. Karena seringnya tertutup kabut. Bayangkan jarak pos itu 40 kilometer, pengamatan visual agak sulit,” ucapnya.

Menurut Wawan, kolom asap hitam menandai tebalnya konsentrasi material magmatik yang dilepaskan saat erupsi Gunung Anak Krakatau. “Asap hitam itu biasa karena Krakatau fase erupsinya sudah magmatik,” tuturnya. “Kalau asap putih, itu uap air saja.”

Wawan menyebutkan Gunung Anak Krakatau sejak beberapa bulan terakhir terus meletus. “Dia terus mengeluarkan, memproduksi letusan strombolian, disertai material pijar, sampai sekarang. Aktivitasnya turun-naik,” katanya.

Kolom asap letusan yang dihasilkan Gunung Anak Krakatau bervariasi. “Kadang sampai ketinggian 1.000 meter. Tapi pemantauan di kita terlalu jauh. Di Pos Pasauran (Banten) itu jaraknya 40 kilometer, di Lampung 40 kilometer. Ada keterbatasan untuk pengamatan visual,” ujar Wawan.

PVMBG menempatkan dua alat untuk mengamati aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau. Satu alat berada di Pulau Gunung Anak Krakatau, alat kedua di Pulau Sertung. “Hanya peralatan di Sertung itu merekam gempa vulkaniknya kurang peka. Tapi saat ini hasil rekaman aktivitas gunung itu dominan tremor letusan,” ucap Wawan.

Wawan mengatakan PVMBG masih mempertahankan status aktivitas Gunung Anak Krakatau di level II atau waspada dengan larangan mendekat dalam radius 2 kilometer dari kawah gunung itu atau dilarang mendarat di pantainya.

“Masih waspada karena ancaman bencananya masih di sekitar situ. Ancaman terhadap manusia boleh dikatakan tidak ada karena di sana tidak ada penghuninya,” tuturnya.

Simak artikel lain tentang Gunung Anak Krakatau di kanal Tekno Tempo.co.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus