Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan memberikan klarifikasi mengenai kabar yang menyebut vaksin Human Papiloma Virus atau vaksin HPV dapat menyebabkan kemandulan bagi perempuan. Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyatakan hal tersebut tak benar.
"Imunisasi HPV sudah dipastikan keamanannya dan pada umumnya tidak menimbulkan reaksi yang serius sesudah pemberian imunisasi," kata Syahril dalam keterangannya, Selasa, 10 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Syahril menjelaskan imunisasi HPV diberikan untuk mencegah penyakit kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi HPV. Bahkan, keberhasilannya dapat mencapai 100 persen jika diberikan sebanyak dua dosis pada anak perempuan saat berusia 9-13 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengenai reaksi vaksin, Syahril mengatakan biasanya yang muncul adalah kemerahan, pembengkakan dan nyeri ringan di lokasi suntikan. Reaksi itu biasanya timbul satu hari setelah pemberian imunisasi dan dapat berlangsung 1-3 hari.
"Reaksi umum seperti demam juga bisa muncul setelah pemberian imunisasi," kata Syahril.
Syahril mengatakan Indonesia berkomitmen untuk mencegah kanker serviks dengan masuknya imunisasi HPV ke dalam Program Imunisasi Nasional sejak 2023. "Sampai saat ini sudah ada 135 negara yang memberikan imunisasi HPV dalam program imunisasi nasionalnya, diantaranya adalah Malaysia, Singapura, Amerika, Inggris, dan Perancis," ujarnya.
Vaksin HPV diberikan sebanyak dua dosis kepada anak perempuan sebelum lulus SD/MI atau sederajat. Vaksin ini diberikan dalam kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) setiap Agustus di sekolah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatakan dalam penanganan kanker serviks ini diperlukan bentuk intervensi yang lebih cepat supaya hasil pemeriksaan bisa segera diketahui dan diteruskan dengan perawatan yang sesuai dengan diagnosisnya. Salah satu caranya adalah mengubah standar pengujian tersebut untuk mempercepat deteksi stadium kanker serviks yang diderita oleh perempuan.
"Maka dari itu, hal pertama yang pertama kali harus dilakukan adalah pencegahan. Karena (pencegahan) lebih murah dan membuat kualitas hidup jauh lebih baik. Jadi kita harus bisa mendeteksi kanker sedini mungkin,” kata Budi.
Berdasarkan data yang dirilis Globocan, total kasus kanker di Indonesia pada 2020 mencapai 396.914 kasus dengan total kematian sebesar 234.511 kasus. Dari angka tersebut, kanker serviks atau leher rahim ditemukan sebanyak 36.633 kasus atau 9,2 persen dari total kasus kanker yang ada.
ANTARA