Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Asian Games 1962 tak akan pernah terlupakan oleh Retno Kustiyah. Saat itu Indonesia pertama kalinya menjadi tuan rumah multi event empat tahunan itu. Tak hanya itu, medali emas pertama juga diraih pada Asian Games keempat tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Emas pertama itu diraih oleh tim beregu putri Indonesia di cabang olahraga bulu tangkis. Saat itu Retno Kustiyah yang masih berusia 20 tahun, berhasil memenangkan emas bersama Minarni, Happy Herowati Corry Kawilarang, dan Goei Kiok Nio. Saat itu mereka menaklukkan Malaysia di partai final.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ya bangga, ya senang, rasanya rangkap-rangkap-lah. Banyak sekali. Kesenangannya, kebanggaannya, bisa main di Jakarta kemudian juara. Itu kita bangga sekali. Apalagi ditonton oleh bangsa kita sendiri ya," ujar Retno saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 Juli 2018.
Pasca kemenangan itu, Indonesia nyaris menyapu bersih emas di bulu tangkis. Retno yang turun di nomor ganda putri bersama Minarni juga merebut emas di nomor perorangan. Satu-satunya emas yang terlepas direbut oleh ganda putra Malaysia, Tan Yee Khan/Ng Boon Bee.
Secara keseluruhan Indonesia berhasil mengumpulkan 11 emas, 12 perak, dan 28 perunggu. Hasil ini menempatkan Indonesia sebagai runner-up turnamen di bawah Jepang. Raihan emas ini pun tercatat menjadi yang tertinggi sepanjang keikutsertaan Indonesia di Asian Games sejak 1951.
Saat itu merupakan pertama kalinya Retno bertanding di Asian Games. Cabang bulu tangkis memang sebelumnya tak dipertandingkan. Bertanding di Istora Senayan yang baru selesai di bangun, perasaan grogi dan takut kerap melanda diri Retno. Apalagi membawa nama negara di tengah pendukung sendiri. Namun justru ketakutan ini diubah Retno menjadi semangat.
"Memang ada rasa tegang, tapi semangatnya lebih banyak. Jadi ketegangan itu harus ada di setiap pertandingan. Karena ketegangan itu membuat kita lebih bersemangat, nggak mau kalah. Kalau nggak tegang nanti kita malah enak-enakkan kita bisa kalah. Kalau tegang kita lebih banyak siapnya, nggak mau kalah. Kita bisa jadi lebih kuat," kata Retno.
Dukungan penonton yang hadir diakui Retno banyak membantunya. Sorak sorai di Istora membuat semangat dia dan Minarni terus naik. Ia pun berharap di Asian Games 2018 ini, dukungan pada para atlet Indonesia bisa tetap bergelora. Apalagi Indonesia akhirnya dipercaya kembali menjadi tuan rumah setelah 56 tahun.
"Ya rasanya (Asian Games 2018) harus lebih megah dari dulu. Peserta lebih banyak. Animo masyarakat juga lebih tinggi. Itu juga membuat para pemain lebih bersemangat. Asal jangan grogi saja," kata Retno yang saat ini telah berusia 76 tahun itu.
Retno pun mengatakan salah satu kunci kemenangan dulu adalah dukungan dari pemerintah terhadap para atlet. Mereka kerap diundang ke Istana Negara untuk bertemu Presiden Soekarno sebelum berangkat ke suatu turnamen.
"Misalnya kita yang mau bertanding diundang ke Istana untuk Uber Cup. Iya sebelum bertanding, kalau sesudah percuma kan. Di sana diberi wejangan (oleh Soekarno). Pokoknya isinya kita jangan mau kalah dari negara lain," kata Retno.
Wanita kelahiran 19 Juni 1942 itu pun berharap Indonesia dapat kembali mengulang sukses 1962 silam pada Asian Games 2018. Setidaknya ia berharap bulu tangkis dapat mempertahankan tradisi emas yang tak pernah putus sejak pertama kali ia dan tim beregu putri dapatkan dulu.
EGI ADYATAMA