Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

'Hangman' Asal Tokyo

Takuzo Kubikukuri dikenal sebagai performer yang sering melakukan pertunjukan gantung diri. Badannya mengayun-ayun di Salihara.

24 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAHANG dan leher Takuzo Kubikukuri tentu sedemikian kuat. Seperti seseorang yang melakukan bunuh diri, ia naik ke sebuah kursi. Takuzo memasukkan kepalanya ke lubang tali gantungan dan mengepaskan sisi bawah tali ke rahangnya. Ia mengaitkan tali itu ke sebuah cantelan baja yang tergantung di langit-langit, lalu membebaskan diri dari kursi. Tubuhnya berayun-ayun dengan kedua lutut sedikit tertekuk. Tali gantungan itu memang dilapisi kain. Tapi, sedikit tali itu melorot dari rahang ke tenggorokan, dia bisa tercekik, dan tak mustahil tewas.

Lelaki 67 tahun yang dikenal suka berkelana ke tempat pertunjukan underground di mana pun di dunia ini tersebut menyajikan performance gantung diri. Takuzo dijuluki The Hangman. Dan, dua pekan lalu itu, ia melakukan "aksi bunuh diri" dengan nyaman di hadapan penonton Salihara International Performing Art Festival, Jakarta. Matanya terpejam saat ia terayun-ayun kurang-lebih sepuluh menit. Ia seperti sangat menikmati. Tak terasa ada kesakitan pada ekspresi mukanya.

Mula-mula seorang perempuan sepuh, Tomoko Ando, masuk ke ruangan Galeri Salihara yang bentuknya bundar tersebut. Ia menyeret kursi beroda dengan aneka tumpukan barang: jeriken, buntalan-buntalan, sepatu, piring rotan, tas, vas berisi kembang plastik, dan sebagainya. Kemudian muncul Takuzo Kubikukuri. Kemeja dan celana yang dia kenakan sedikit mencolok, oranye dan kemerah-merahan. Ia menenteng sangkar burung.

Mulanya tak ada tanda-tanda bahwa aksi performance berjudul Butterfly Dream ini adalah "gantung diri". Yang jelas, penonton bisa terbawa ke "situasi estetis" yang aneh tatkala menyaksikan bagaimana Takuzo melayang-layang dengan "khidmat". Simak bagaimana ekspresi ketenangan mukanya. Dia bukan seperti orang putus asa atau orang yang kehilangan orientasi. Ia malah seperti menghikmati suasana yang "meditatif". Tatkala Takuzo mulai mengayun-ayun, Tomoko memperhatikan segala tingkahnya sambil sesekali mengemil dan minum air botol.

Tak cukup berayun-ayun selama sekitar 10 menit, Takuzo pun mempertontonkan kekuatan "gantung diri"-nya dengan bantuan Tomoko. Mereka seperti membuat "timbang-timbangan" .Tali gantungan masih terlilit di rahang Takuzo. Tali itu kemudian dihubungkan melalui langit-langit dengan tali yang dicantelkan pada kursi yang didorong Tomoko. Kursi dengan aneka barang itu dipakai sebagai pemberat.

Tomoko sedikit demi sedikit menarik tali hingga tubuh Takuzo terangkat dan menggantung. Tomoko menambah aneka barang ke kursi itu. Makin tambah berat kursi, makin naik tubuh Takuzo. Tak ada ekspresi kesakitan apa pun dari Takuzo. Padahal ini jelas lebih keras daripada adegan pertama. Entakan-entakan yang dilakukan Tomoko tentu membuat rahang Takuzo menahan kesakitan. Tapi itu tak membuat ekspresi ketenangan mukanya berubah. Bahkan, tatkala sudah melayang, Takuzo malah merentangkan tangannya seperti membuka sayap. Seperti malaikat yang menerima madah.

Physical theater yang diperlihatkan Takuzo Kubikukuri tentu akan amat berisiko apabila tanpa berlatih bertahun-tahun. Takuzo pun tahu betapa berbahaya aksinya. Ia menyadari di leher terdapat aliran utama darah dari tubuh ke kepala dan sebaliknya. Karena itu, Takuzo memiliki "disiplin aneh". Tiap pagi di Tokyo, di halaman rumahnya, setelah menyeduh kopi, ia selalu melakukan "bunuh diri". Takuzo menggantung diri di pohon pelataran rumah. Dia juga membuka pertunjukan "bunuh diri" ini untuk umum setiap bulan. Dan itu dilakukan sejak 1997. "Saya melakukannya dengan hati senang," ujarnya.

Takuzo mengatakan ia belajar menggantung diri sejak akhir 1960. Dia mengaku tak ingat bagaimana awalnya. "Sudah lupa," katanya, lalu tertawa. Seniman ini mulai mencoba performance bunuh diri dalam pertunjukan Tenjou Sajiki yang dipimpin Shuji Terayama pada 1969. Latihan utama yang dilakukan Takuzo adalah memperkuat otot-otot leher. Dalam sebuah tulisannya tatkala pertama kali melakukan hal itu, ia didera pertanyaan sendiri: mengapa melakukan hal ini. Pada mulanya Takuzo cuma mampu melakukan gantung diri selama 10 detik. Tapi kemudian, sedikit demi sedikit, ia bisa memperpanjang menjadi beberapa menit.

Takuzo begitu intens melatih kebiasaan berbahayanya ini. Seorang koreografer Jepang bernama Yasuko Yokoshi, yang tinggal di New York, Amerika Serikat, dalam sebuah catatannya tatkala Takuzo hendak pentas di St Mark's Church, tempat pertunjukan alternatif di New York, mengatakan ia mengunjungi rumah Takuzo di Tokyo pada September 2009. Saat itu direncanakan ada pertunjukan Takuzo. Tapi Tokyo dilanda cuaca buruk. Taufan menghantam kota itu. Namun, dalam kondisi alam yang tak ramah tersebut, Takuzo tidak membatalkan acaranya. Ia tetap "menggantung diri", meski hanya Yakuzo seorang yang menonton.

Dalam sebuah pernyataannya, Takuzo mengaku, setelah melakukan aksi "bunuh diri" pada pagi hari, sisa hari kemudian baginya menjadi terasa ringan. Bahkan ia bisa menambah aksi menggantung diri. Dalam sehari dia bisa melakukannya selama lima kali dengan interval waktu yang berbeda. Takuzo mengatakan, ketika menggantung, dia merasakan sensasi kedamaian dan sensasi gravitasi. Ketika terayun-ayun, ia dibawa pada sebuah perasaan nostalgia. Saat itu pula ia merasa justru mampu mengambil jarak dari kejemuan hidup sehari-hari.

Seno Joko Suyono, Dian Yuliastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus