Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Baru sebuah anu

Skenario: deddy armand sutradara: maman firmansyah produksi: pt. rapi film resensi oleh: salim said. (fl)

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAHASIA PERKAWINAN Cerita: Yatie Octavia Skenario: Deddy Armand Sutradara: Maman Firmansyah Produksi: PT Rapi Film TAMPIL kembali pasangan -- hampir tetap -- Roy Marten dan Yatie Octavia. Yang laki berperan sebagai perjaka, yang perempuan tampil sebagai isteri kesepian dari suami yang kurang sanggup melaksanakan "tugas malam" di rumah -- lagi-lagi! Lokasi pertemuan rumah besar, lengang tanpa bedinde, di daerah terpencil. Nah, tidak bisa lain, Yatie dan Roy terpaksa main ranjang lagi. Dan film ranjang-ranjangan ini menjadi semakin istimewa karena dibuka dengan ayat suci Al Quran dan ditutup dengan suara azan. Masya Allah, memang. Ini tontonan barangkali ada punya minat buat bikin dakwah. Konon judul aslinya berbunyi Hukuman Zinah. Cuma lantaran pejabat film di Deppen merasa risih dengan itu judul, entah kenapa, jadilah ia Rahasia Perkawinan. "Janganlah kau mendekati zina . . . " (Al-Qur'an). Sebab akibatnya seperti yang dialami Yatie Octavia dan Roy Marten. Apa yang dialami? Sudah tersiar: Yatie digundul setelah tuhuhnya terbakar. Itu semua sudah masuk koran. Roy mati tertembak Husin (Farouk Afero) yang sebenarnya juga bernafsu pada Yatie yang kesepian. Suami Yatie (Rahmat Hidayat) juga terhukum, karena gemar zina di masa mudanya. Stop di sini Niat dakwah ini film boleh dibanggakan. Tapi lantaran nafsu dakwahnya menggebu-gebu tidak sempat memberi sedikit akal. sehat kepada jalan cerita dan para pemainnya. Pokoknya perjaka muda ketemu isteri cantik yang diterlantarkan suami dan seterusnya dan seterusnya, naik ranjang ekornya. Cerita rutin yang menguasai film Indonesia itu makin menjadi ampas apek oleh ketololan tokoh-tokoh yang digambarkan. Yatie dan Roy digambarkan sudah seolah binatang saja layaknya, hingga cuma sekslah yang penting, dan untuk itu tengah malam rumah bisa ditinggalkan untuk pergi ke gubuk. Mengapa tidak di rumah saja anunya itu? Toh sepi? Tapi yah, susah juga kalau di rumah. Penduduk kampung sulit mendapat alasan menggerebek dua bintang film terkenal itu. Lihatlah bahwa untuk mendapatkan adegan penggerebekan itu cerita dibengkokkan segampang mungkin. Dan orang kampung itu, dari mana mereka? Sepanjang film ini dipertunjukkan, tidak sebuah gambar pun yang mencoba memberikan kesan meyakinkan akan jarak yang dekat antara rumah besar Yatie dan rumah-rumah kampung. Bagaimana bisa jadi? Bisa repot memang, bila terlalu banyak yang dipertanyakan. Sekedar contoh gubuk tempat Roy dan Yatie beranu mula-mula letaknya di tanah berbukit. Tapi ketika digerebek, eh gubuk itu sudah pindah ke pekarangan yang datar. Jelas pemindahan seenaknya ini untuk menggampangkan pengambilan adegan Yatie digundul. Juga tidak usah dipertanyakan mengapa Rahmat Hidayat harus lari ke arah gubuk sementara mobilnya menanti dengan setia. Nampaknya cara ini dipilih sutradara untuk memenuhi kehendak cerita yang memutuskan untuk membunuh Rahmat dengan dinamit, diledakkan anak buahnya yang lagi bekerja. Mengapa Rahmat harus mati? Mengapa di tengah banjir yang mengancam proyek, masih ada karyawan yang tenang meledakkan dinamit di tengah malam buta? Ah, stop di sini sajalah. Rahasia Perkawinan adalah contoh dari film-film yang dibuat dari cerita yang seru, hebat, besar. Itu maunya. Tapi asumsi-asumsinya adalah asumsi umum, klise dan diulang di hampir semua film buatan negeri ini atau buatan Hongkong dan Italia. Di sini setiap isteri muda -- apalagi kalau suami kurang jago di tempat tidur, apapun alasannya -- tentu berhakat tante girang. Dan adegan ranjang menemukan bentuknya jika tokoh anak muda muncul di depan kamera. Tontnan semacam ini menjadi semakin mendongkolkan jika dikerjakan tangan yang tidak terampil. Maka yang disaksikan para pembeli karcis sesungguhnya belum sebuah cerita. Melainkan sebuah rencana cerita, sebuah resep, formula dari berbagai hal yang dianggap komersil oleh sang produser. Begitulah adanya dengan sebagian besar film buatan Jakarta. Salim Said

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus