Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI ruang tamu rumahnja bulau Pebruari silam Sandy Suardi Hasan
berkata kepada wartawan TEMPO "Nekad saja membuat film Rakit ini
memang untuk mendobrak supaja orang-orang mau nonton film
Indonesia. Setelah itu nanti baru kita buat film-film-bermutu".
Itu rakit sudah menghilir di sungai apabila disorotkan kelajar
bioskop, dan produksi pertama "Indonesia Film Products"
menafsirkan dengan kreatif kata-kata Sandy tadi. Orang sekarang
memang sudah membeli kartjis untuk melihat Rima Melati, Rachmat
Hidajat ataupun Paula Rumokoy, artinja tukang dobrak boleh ganti
kerdja, sebab jang diperlukan hanjalah film-film bermutu.
Tunggu dulu. Bermutu, setengah bermutu, djelek dan seterusnja
memang rumit kriterianja. Sandy sebagai sutradara, penulis
tjerita termasuk skenario dan djuga produser tidak bisa
menolong mendjelaskan ini semua. Tapi siapa sadja jang sempat
duduk termangu untuk hampir dua djam melihat tanah disekitar
rakit dan orang-orangnja, nistjaya ia akan berkesimpulan bahwa
debut Sandy sama sekali tidak mengetjewakan. Tjeritanja tidak
istimewa walaupun tetap menarik. Berkisah tentang kehidupan kota
besar jang keras dan berdebu, meliwati sungai, hutan bambu, dan
rakit jang selalu menghilir. Sebuah kombinasi jang indah dan
harmonis.
Nona manis. Kematian ibu (Sofia W.D.) oleh tangan garong Paing
(W.D. Mochtar) menjebabkan ajah (Rachmad Hidajat) mentjari
hiburan pada perempuan-perempuan bunga raya dan minuman
memabukkan. Dila puteri tunggal (P.Rumokoy) jang kesepian
achirnja memilih sekolah diluar negeri. Ketika ia pulang
diam-diam. ibu tiri (Rima Melati) tertemukan dirumah.
Pertengkaran ketjil dilalui meskipun damai achirnja. Tjerita
menemukan alurnja ketika sang puteri mengikuti rakit Mail
(Rachmat Kartolo) jang menghilir kearah Tangerang hanja karena
nonamanis itu tiba-tiba digoda avonturisme untuk ngilir diatas
rakit bersama bekas pembantu rumah tangganja ketika almarhumah
ibunja masih hidup.
Keteganga tidak akan ada andaikata djagoan Paing tidak memaksa
Mail untuk ikut rakit bambu harus bermalam di hutan sebelum tiba
di Tangerang. Bahkan sebelum Dila mengenali kembali pembunuh
ibunja perkelahian sudah terdjadi antara dua lelaki pengajuh
rakit. Ketika klimaks ditjapai pertarungan menghebat sang ajah
datang dari kota. Menerima keterangan jang salah tentang
avonturisme anaknja Mail jang diserang. karena' Paing telah keok
Dila jang gagal mendjelaskan soal tidak bisa menguasai diri
ketika bedil tjis jang dibawanja memuntahkan peluru kearah
ajahnja. Mati? Tidak. Tjuma pahanja jang terpaksa luka. Dan
diatas rakit Baing terikat ajah Dila dan Mail seperti baru
menjelesaikan soal jang membakar suatu tragedi keluarga kota
itu.
Mantep. Rakit, tragedi keluarga atau apa sadja djudulnja ia
memang bukan film istimewa tapi pasti unik. Sandy Suardi jang
biasanja hanja djadi aktor sekarang bikin film sendiri. Kalau
ini dipertimbangkan buat sutradara baru itu harus dua ibu djari
tegak lurus meski pun belum pula waktunja untuk memberi
penilaian mantep sebab harus dilihat hasil-hasilnja jang akan
menjusul. Tapi melihat bagaimana Rachmat Kartolo bisa bermain
lebih baik. Paula makin mejakinkan ditambah dengan kontinuitas
tjerita jang pasti lebih baik dari babjak film-film Indonesia
lainnja tidak bisa tidak kita harus mengakui bahwa sandy
mendjanjikan sebuah harapan sambil menghasilkan sebuah film jang
asik ditonyon, ia djuga mendjanjikan sebuah harapamn.
Bagi orang jang kenal dekat dengan Sandy, film Rakit ini lebih
dari sebuah surprise. Ini lagi sebuah tjontoh soal jang baik
buat mereka jang terlalu berpretensi membuat film, begitu rupa
hingga kadang-kadang itu film djadinja tidak punja tensi lagi.
Sandy tidak banjak tahu soal ia tjuma mau bikin baran tontonan
dan filmnja memang patut ditonton, sebab disamping unik
lokasinja, tjerah warnanja serta djelas dialognja, Idris Sardi
-- lagi-lagi Idris Sardi -- djuga kasi musik jang mempergurih
ini tontonan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo