Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Diatas rakit, paing terikat

Film rakit yang disutradarai sandy berkisah tentang kehidupan kota besar yang keras dan berdebu, melewati sungai, hutan bambu dan rakit yang selalu menghilir, sebagai produksi pertama indonesian film products.

26 Juni 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI ruang tamu rumahnja bulau Pebruari silam Sandy Suardi Hasan berkata kepada wartawan TEMPO "Nekad saja membuat film Rakit ini memang untuk mendobrak supaja orang-orang mau nonton film Indonesia. Setelah itu nanti baru kita buat film-film-bermutu". Itu rakit sudah menghilir di sungai apabila disorotkan kelajar bioskop, dan produksi pertama "Indonesia Film Products" menafsirkan dengan kreatif kata-kata Sandy tadi. Orang sekarang memang sudah membeli kartjis untuk melihat Rima Melati, Rachmat Hidajat ataupun Paula Rumokoy, artinja tukang dobrak boleh ganti kerdja, sebab jang diperlukan hanjalah film-film bermutu. Tunggu dulu. Bermutu, setengah bermutu, djelek dan seterusnja memang rumit kriterianja. Sandy sebagai sutradara, penulis tjerita termasuk skenario dan djuga produser tidak bisa menolong mendjelaskan ini semua. Tapi siapa sadja jang sempat duduk termangu untuk hampir dua djam melihat tanah disekitar rakit dan orang-orangnja, nistjaya ia akan berkesimpulan bahwa debut Sandy sama sekali tidak mengetjewakan. Tjeritanja tidak istimewa walaupun tetap menarik. Berkisah tentang kehidupan kota besar jang keras dan berdebu, meliwati sungai, hutan bambu, dan rakit jang selalu menghilir. Sebuah kombinasi jang indah dan harmonis. Nona manis. Kematian ibu (Sofia W.D.) oleh tangan garong Paing (W.D. Mochtar) menjebabkan ajah (Rachmad Hidajat) mentjari hiburan pada perempuan-perempuan bunga raya dan minuman memabukkan. Dila puteri tunggal (P.Rumokoy) jang kesepian achirnja memilih sekolah diluar negeri. Ketika ia pulang diam-diam. ibu tiri (Rima Melati) tertemukan dirumah. Pertengkaran ketjil dilalui meskipun damai achirnja. Tjerita menemukan alurnja ketika sang puteri mengikuti rakit Mail (Rachmat Kartolo) jang menghilir kearah Tangerang hanja karena nonamanis itu tiba-tiba digoda avonturisme untuk ngilir diatas rakit bersama bekas pembantu rumah tangganja ketika almarhumah ibunja masih hidup. Keteganga tidak akan ada andaikata djagoan Paing tidak memaksa Mail untuk ikut rakit bambu harus bermalam di hutan sebelum tiba di Tangerang. Bahkan sebelum Dila mengenali kembali pembunuh ibunja perkelahian sudah terdjadi antara dua lelaki pengajuh rakit. Ketika klimaks ditjapai pertarungan menghebat sang ajah datang dari kota. Menerima keterangan jang salah tentang avonturisme anaknja Mail jang diserang. karena' Paing telah keok Dila jang gagal mendjelaskan soal tidak bisa menguasai diri ketika bedil tjis jang dibawanja memuntahkan peluru kearah ajahnja. Mati? Tidak. Tjuma pahanja jang terpaksa luka. Dan diatas rakit Baing terikat ajah Dila dan Mail seperti baru menjelesaikan soal jang membakar suatu tragedi keluarga kota itu. Mantep. Rakit, tragedi keluarga atau apa sadja djudulnja ia memang bukan film istimewa tapi pasti unik. Sandy Suardi jang biasanja hanja djadi aktor sekarang bikin film sendiri. Kalau ini dipertimbangkan buat sutradara baru itu harus dua ibu djari tegak lurus meski pun belum pula waktunja untuk memberi penilaian mantep sebab harus dilihat hasil-hasilnja jang akan menjusul. Tapi melihat bagaimana Rachmat Kartolo bisa bermain lebih baik. Paula makin mejakinkan ditambah dengan kontinuitas tjerita jang pasti lebih baik dari babjak film-film Indonesia lainnja tidak bisa tidak kita harus mengakui bahwa sandy mendjanjikan sebuah harapan sambil menghasilkan sebuah film jang asik ditonyon, ia djuga mendjanjikan sebuah harapamn. Bagi orang jang kenal dekat dengan Sandy, film Rakit ini lebih dari sebuah surprise. Ini lagi sebuah tjontoh soal jang baik buat mereka jang terlalu berpretensi membuat film, begitu rupa hingga kadang-kadang itu film djadinja tidak punja tensi lagi. Sandy tidak banjak tahu soal ia tjuma mau bikin baran tontonan dan filmnja memang patut ditonton, sebab disamping unik lokasinja, tjerah warnanja serta djelas dialognja, Idris Sardi -- lagi-lagi Idris Sardi -- djuga kasi musik jang mempergurih ini tontonan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus