Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dengan mengusung tema kekerasan terhadap hewan piaraan, Bunga Jeruk menampilkan 10 karya berbentuk karya patung dan karya kriya (craft). Penggunaan teknik yang lebih cair ini memberi keleluasaan baginya untuk berekspresi. Tengoklah karyanya bertajuk Gara-Gara Telinga Panjang, yang menggambarkan sosok kelinci, yang sebenarnya sosok hewan piaraan yang lucu, tampak tak nyaman ketika sepotong tangan manusia mencengkeram kedua telinganya yang panjang. Karya ini berukuran kecil, dari materi kayu yang dipulas dengan warna primer. Kekerasan di balik keindahan adalah tema yang muncul pada karya berjudul Sop Kaki Kambing Muda, yang menampilkan anak kambing dari kayu yang dibalut warna kuning. Keempat kakinya terbenam dalam pencitraan cairan sop dari bahan resin transparan, satu adonan dengan warna hijau yang membalut bentuk kubis, merahnya tomat, dan wortel yang oranye. Pada karya berjudul Nggak Sempat Lari, Bunga Jeruk menyoroti tradisi kekerasan terhadap ayam jago yang siap diadu dan biasanya dimasukkan ke tas anyaman rotan. Tapi, Bunga Jeruk menggantinya dengan tas berbahan sintetis dengan motif tutul, mencitrakan kulit macan dengan ekor menjuntai. Ada lagi anjing hitam dengan puting susunya yang berjuntai dipaksa mengemudi sepeda roda tiga, dalam Dipaksa Melucu. ''Dengan cara-cara kekerasan, hewan piaraan menjadi sumber kesenangan," ujar Bunga Jeruk.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo