Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Seniman Iman Soleh bersama belasan pemain menampilkan lakon teater terbaru berjudul Bedol Desa, Ode Tanah II. Pementasan perdananya di tempat komunitas Celah-celah Langit atau CCL di belakang Terminal Ledeng, Bandung, Sabtu pagi, 1 Oktober 2022. “Rencananya tiap Sabtu akan dimainkan lagi bulan ini,” kata Iman Soleh seusai pertunjukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada pementasan perdana itu, panitia membatasi jumlah penonton sebanyak seratus orang dengan harga tiket Rp 20 ribu. Berlangsung di ruang terbuka yang bernuansa kebun di sekitarnya dengan pepohonan rindang, penonton memenuhi deretan kursi yang terbuat dari semen dan batu. Selain dari Bandung dan sekitarnya, penonton ada yang datang dari Banjar serta rombongan sekolah dari Cianjur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Iman Soleh menyutradarai lakon drama yang berdurasi sekitar satu jam itu. Adapun naskahnya dibuat kolektif oleh seluruh pemain yang umumnya mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung. Tema kisahnya menurut Iman Soleh masih berkutat pada isu lingkungan. “Kali ini kami menyoroti soal masalah pertanian,” ujarnya. Sebelumnya mereka mementaskan drama berjudul Tanah-Ode Kampung Kami.
Lakon Bedol Desa bertema isu pertanian harapan sutradara Iman Soleh. (ANWAR SISWADI)
Pertunjukan Teater Angkat Kisah Regenerasi Petani Pedesaan
Pada karya terbarunya, mereka mengungkit soal regenerasi petani di pedesaan. Arus urbanisasi yang mendorong warga desa ke kota, dikisahkan ikut mengancam ketersediaan pangan juga lingkungan, termasuk pepohonan dan satwa. Cerita utama itu mulai disuguhkan ke penonton sedari awal pertunjukan. Untuk menurunkan keseriusan, selipan canda dan sindiran mengalir di babak selanjutnya, pun situasi kekinian yang menjadi tren.
Misalnya tentang perawatan wajah yang marak di media sosial dan urusan penampilan fisik lainnya seperti operasi wajah. Dua pemain perempuan yang mengenalkan diri sebagai Canda dan Irma sibuk memeragakan gaya berdandan lalu memukuli wajah sendiri berulang kali dengan kedua tangannya hingga kelelahan.
Kritik lainnya pada lakon ini misalnya terkait dengan kebijakan pemerintah, penguasaan lahan, dan realitas konflik kekerasan yang dialami para petani. Selain tempat, suasana pedesaan dikentalkan oleh batang-batang dan tangga bambu yang digunakan para pemain, juga kesederhaan kostumnya yang senada hitam. Di ujung pementasan, mereka mengajak perantau untuk kembali pulang dan hidup di tanah kelahirannya.
ANWAR SISWADI
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.