Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Kewajaran Reklame Tempo Doeloe

Ketika perkembangan kapitalisme masih pada tahap awal, dunia periklanan muncul dengan wajah seadanya. Sebuah pameran reklame tempo doeloe membebaskan orang dari teror kapitalisme.

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni Grafis Advertensi
Indonesia Generasi Pertama

Waktu: 18-29 September 1999
Tempat: Bentara Budaya, Yogyakarta

Inilah penggalan teks reklame minuman yang dicitrakan dapat membuat pria menjadi perkasa. "Ia minoem Watson's Sarsaparilla…" yang menampilkan adegan dua orang sedang bertinju. Salah satunya sedang menyarangkan hook kanan ke rahang lawan; di bagian bawah terdapat ada gambar botol minuman itu, dan di sebelahnya terdapat teks dalam blok hitam: "Sarsaparilla membikin koeat orang".

Iklan Sarsaparilla ini merupakan satu dari 100 lebih produk periklanan yang dulu lebih dikenal dengan istilah reklame atau advertensi, yang dipamerkan di Bentara Budaya, Yogyakarta.

Reklame itu divisualkan dengan gambar hasil pekerjaan tangan, sementara teksnya berasal dari huruf cetak yang diproses mesin cetak handset, yang saat itu sudah termasuk alat cetak modern. Materi pameran produk periklanan ini umumnya untuk produk makanan, rokok, ban mobil, sepeda, dan minyak tanah. Ada reklame untuk luar ruang, reklame di koran dan majalah, serta reklame di almanak.

Pameran ini tak cuma memperlihatkan kesederhanaan teknik desain grafis pada masa lalu, tapi juga mencerminkan kesederhanaan gaya hidup dan cara berpikir masyarakat tempo doeloe. Ketika kapitalisme di negeri Hindia Belanda masih baru pada tahap awal perkembangannya, jenis produk konsumsi dan kemampuan produksi massal (industrialisasi) masih terbatas. Akibatnya, dunia advertensi sangat jauh dari tampilan produk periklanan saat ini: lebih jujur dan tidak bombastis. "Keserakahan kapitalisme belum begitu menonjol karena pesaing dalam dunia industri memang belum begitu banyak," ujar Hari Wahyu, seniman grafis yang merupakan salah satu kolektor produk periklanan dalam pameran ini.

Kesederhanaan pencitraan memang masih kuat, baik lewat pengolahan bahasa visual maupun bahasa teks. Tengoklah iklan tembakau shag yang hanya menampilkan seorang laki-laki berkopiah mengenakan pantalon, dan kakinya dililit kain sarung batik dalam posisi jongkok. Di bibirnya terselip sebatang rokok dengan asap mengepul, sementara kedua tangannya sibuk melinting tembakau.

Di bawahnya ada gambar kemasan tembakau dan hanya diimbuhi teks: "Warning Ingat Ingat!! Tjoema Tembaco Shag Tjap Boelan Bintang Njang Toelen". Ada yang lebih sederhana, berupa papan reklame obat Gono Cure, yang hanya berupa teks: "Obat sakit kencing".

Memang ada juga produk periklanan yang mencoba mengeksploitasi citra gaya hidup, misalnya reklame rokok Tjap Keris produksi Rokok Industrie Lie Sing Kok, Madiun, yang menggambarkan seorang perempuan cantik mengenakan kebaya sedang tersenyum menggoda. Jari-jarinya yang lentik menjepit sebatang rokok dan tangannya yang lain memegang sebungkus rokok Tjap Keris.

Atau reklame Roko Prijaji, yang menggambarkan seorang pria berpakaian tradisional pangeran keraton Jawa dengan rokok terselip di tangan. Warna kuning dan merah menyala tampak sengaja dibuat untuk menarik perhatian. Tapi tak lebih dari itu. Iklan ini sangat kontras dengan iklan rokok masa kini. Hal yang sama juga tampak pada iklan tembakau Van Nelle atau iklan sepeda Simplex, yang merujuk pada kelas masyarakat menengah atas.

Produk periklanan masa lalu itu menggunakan gaya visualisasi seni lukis yang tengah berlangsung saat itu, yakni gaya mooi indie, yang diimbuhi dengan ornamen bergaya Art Nouveau. Lihatlah reklame perusahaan Harmsen Verwey & Co., yang menggambarkan kelompok seni tradisional dengan latar belakang keelokan landskap pegunungan, atau reklame biskuit Verkade, yang berupa lukisan seorang ibu dan dua anaknya sedang duduk di beranda rumah dengan latar belakang pemandangan alam.

Saat kita hidup di era yang membuat kita menghindar dari teror produk periklanan yang sangat agresif, materi pameran produk periklanan masa lalu ini seolah membawa orang masuk ke dalam kehidupan yang lebih wajar: Sebuah kehidupan yang relatif terbebas dari teror kapitalisme.

Raihul Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus