Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KITA hanya melihat layar hitam. Lalu ada suara Paul Agusta di latar belakang. Dengan lembut, ia menyitir sajak demi sajak karangan ayahnya, Leon Agusta, semasa hidup. Tanpa visualisasi gambar, larik-larik puisi Leon justru jadi lebih bersuara dan meninggalkan gema. Yang paling kuat, sajak yang dibacakan Paul pada pengujung film: Akankah esok masih datang pagi/ Membawa salam/ Dari nama yang terabaikan?/ Semua sudah dimaafkan/ Sebab kita pernah bahagia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo