Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Seandainya Perang Saudara Kembali Mendera Amerika

Film Civil War mengisahkan perang saudara fiktif di Amerika Serikat karena presiden diktator. Menggunakan sudut pandang wartawan.

5 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Film Civil War karya Alex Garland dirilis di bioskop Indonesia mulai Selasa, 30 April 2024.

  • Kisah fiksi tentang Amerika Serikat yang dihantam perang saudara akibat presiden diktator.

  • Dengan kacamata jurnalis, film perang ini merekam dampak konflik dari berbagai sudut pandang.

DI depan cermin, Presiden Amerika Serikat (diperankan oleh Nick Offerman) tampak frustrasi merangkai kalimat pidato. Beberapa kali ia bicara terbata-bata dan kebingungan menyusun kata. Aktor 53 tahun itu memainkan mimik wajah yang kuat selama adegan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa detik kemudian, Gedung Putih merilis video pidato tentang klaim kemenangan perang di depan mata. Berbeda dari saat latihan, Nick menampilkan pidato yang menggebu-gebu dan meyakinkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pidato tersebut menjadi adegan pembuka film Civil War yang dirilis di bioskop Indonesia pada Selasa, 30 April 2024. Civil War merupakan film fiksi distopia yang menyuguhkan gambaran perang saudara yang mendera Negeri Abang Sam.

Sinema berdurasi 109 menit ini tentu bukan cerita kolosal pertempuran di tanah Amerika pada 1861-1865. Dalam film fiksi yang disutradarai Alex Garland (The Beach, 28 Days Later) ini, perang saudara pecah setelah Amerika dipimpin oleh presiden diktator. 

Betapa tidak, sang presiden mengangkangi demokrasi dengan mengakali konstitusi dan memimpin selama tiga periode. Dia juga membubarkan Biro Investigasi Federal (FBI) hingga menggunakan serangan udara untuk membantai warganya sendiri.

Cerita yang ironis, memang. Negara adidaya yang biasanya ikut campur dalam penggulingan presiden diktator di tanah orang kini digambarkan mengalami kerusuhan karena hal serupa.

Karena tak puas terhadap kinerja presiden diktator, muncullah perlawanan. Gerakan bersenjata tersebut bernama Western Forces yang digagas negara bagian Texas dan California. Setelah sekian bulan konflik pecah, diceritakan bahwa kekuatan Western Forces yang makin berlipat berhasil menyudutkan Washington, DC.

Ya, pidato nan menggebu pada awal film hanyalah pepesan kosong. Klaim kemenangan dan imbauan pengampunan bagi orang-orang yang tergabung dalam Western Forces hanyalah omon-omon. Faktanya, justru sang presidenlah yang menghitung hari hingga gerakan perlawanan menginjak Gedung Putih.

Lee Smith (Kirsten Dunst) dan Joel (Wagner Moura) dalam film "Civil War" (2024). Dok. A24

Dalam film Civil War, peristiwa perang disajikan lewat sudut pandang fotografer spesialis perang bernama Lee Smith (Kirsten Dunst) dan jurnalis Reuters bernama Joel (Wagner Moura). 

Keduanya bertaruh nyawa dengan berkelana lebih dari 420 kilometer dari Brooklyn menuju Washington. Tujuannya, menemui presiden yang selama beberapa tahun tutup mulut kepada media. Mereka ingin mewawancarai presiden sebelum ia digulingkan.

Selain berlomba dengan pasukan pemberontak yang hendak menyerbu Gedung Putih, Lee dan Joel harus memikirkan persaingan dengan wartawan lain. Ya, meski di tengah peperangan, keduanya tetap ingin memburu berita seeksklusif mungkin.

Film karya Alex Garland ini sukses merangkum semua kekacauan akibat perang saudara. Dari kibang-kibut politik, kehancuran nilai tukar mata uang yang diikuti meroketnya harga kebutuhan pokok, kehidupan di pengungsian, kontak senjata di mana-mana, maraknya aksi kriminalitas yang disertai main hakim sendiri, hingga pembantaian dan penemuan kuburan massal.

Karena Civil War merupakan film perang, tentu Alex Garland tak lupa memasukkan bumbu aksi. Seperti mengajak naik ke puncak gunung, sutradara 53 tahun itu menaikkan tensi ketegangan peperangan dari menit awal hingga bagian akhir film. Dari semula baku tembak dua kelompok kecil Western Forces dengan tentara pemerintah hingga puncaknya adalah pertempuran di Gedung Putih.

Selain menyuguhkan adegan peperangan yang ciamik menggunakan berbagai senapan, tank, helikopter, dan alutsista lain, Garland berhasil menunjukkan inti pertempuran saudara. Ia menggambarkan sisi frustrasi tentara pro pemerintah saat melawan pasukan pemberontak.  

Para tentara itu tidak tahu lagi siapa pemberi perintah perang karena sistem komunikasi dan struktur komando sudah musnah. Dengan kata lain, pertempuran terjadi semata-mata demi mempertahankan nyawa.

Pujian tinggi memang layak diberikan kepada Garland. Ia berhasil menyulap film perang yang kaku menjadi lebih luwes. Betapa tidak, ia beberapa kali menggabungkan adegan baku tembak dengan musik yang lebih ceria seperti lagu yang lazim terdengar sebagai latar film drama romantis.

Karena memakai kacamata fotografer perang, film Civil War kerap menampilkan jepretan semua peristiwa. Dari tentara yang terluka hingga kehabisan darah, puing-puing bangunan dan kendaraan, hingga jebolnya pertahanan suatu kubu.

Jessie (Cailee Spaeny) dalam film "Civil War" (2024). Dok. A24

Pujian juga layak diberikan kepada Kirsten Dunst, Wagner Moura, dan Cailee Spaeny (pemeran Jessie). Ketiganya mampu menularkan ketegangan dalam setiap adegan peliputan perang kepada penonton.

Kompletnya suguhan film Civil War ini mendapat respons positif dari sejumlah penonton, di antaranya Angga Krisnanda. Fotografer rumah produksi film di Jakarta itu memuji keseluruhan film Civil War, khususnya sesi jepretan foto. "Kekuatan fotonya setara dengan kejadian asli. Setiap jepretan menghasilkan gambar yang kuat," katanya.

Mahendra Kamajaya, penonton lain, memberikan pujian kepada sutradara yang berani mengangkat isu sensitif tentang perang saudara di Amerika. Sebab, sekitar 200 tahun silam, perang saudara besar antara Utara dan Selatan pernah memporak-porandakan Amerika serta menjadi sejarah kelam. "Konflik di AS kembali meruncing setelah Donald Trump jadi presiden. Ini sensitif sebenarnya. Apalagi tahun ini ada pemilihan presiden di sana," ujarnya.

Daftar film perang dengan tokoh wartawan.

Sutradara Alex Garland mengakui perang saudara menjadi isu sensitif dan makin panas setelah protes massal berujung bentrokan hebat di berbagai negara bagian pada 2020. Hingga peristiwa gempar penyerbuan Gedung Kapitol atau gedung kongres oleh pendukung Donald Trump yang tak menerima kekalahan dalam pemilihan umum 2021.

Garland, yang juga menulis cerita sekaligus sutradara Ex Machina (2014), mengaku sengaja mengangkat isu yang selama ini dikhawatirkan banyak orang di Amerika. Dalam narasi perang saudara, ia menampung semua cerita kekhawatiran itu dari media, politikus, hingga teman-temannya. "Saya menulis sejak empat tahun lalu. Sejak saat itu sampai sekarang, kegelisahan tersebut selalu ada," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.

Meski begitu, Garland membantah anggapan bahwa Civil War merupakan media kritik terhadap pemerintah Amerika. Ia beralasan, perpecahan yang digambarkan dalam sinema sejatinya bisa terjadi di semua negara. Dalam kasus AS, terdapat bahaya tambahan mengingat kekuatan dan posisi sentral mereka dalam geopolitik dunia. "Tak perlu negara dengan senjata hebat. Beberapa perang saudara dilakukan dengan parang dan membunuh jutaan orang," katanya kepada ScreenRant.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus