TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Universitas Gajah Mada, Ari Dwipayana, menyatakan sikap membangkang Partai Keadilan Sejahtera dari koalisi merupakan bukti kegagalan Sekretariat Gabungan. Setgab dianggap tidak mampu membangun komunikasi politik dengan seluruh anggota koalisi. "Saya melihat chemistry politik mereka tidak nyambung dan komunikasi politik tidak jalan," ujar Ari saat dihubungi, Senin, 2 April 2012.
Menurut Ari, selain tak lancarnya komunikasi dalam koalisi, sikap berbeda PKS juga dimungkinkan dari tidak jelasnya kontrak politik yang dibangun oleh koalisi dan Setgab. Hal ini memberi peluang PKS untuk mengambil jalan berbeda dari pemerintah.
Ketidakterbukaan kontrak politik dalam koalisi ini pula yang pernah dipakai PKS untuk menekan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak mengurangi jatah menterinya dari kabinet pada Oktober 2011 lalu. PKS mengancam Presiden Yudhoyono akan membuka kontrak khusus dengan Presiden mengenai dukungan dan jatah menteri jika mencopot menteri asal partainya. Namun, ancaman ini tak berhasil dan jatah menteri PKS tetap dikurangi dari empat menjadi tiga kursi.
Menurut Ari, kontrak politik yang dibangun Setgab tidak dengan tegas menjabarkan panduan perilaku anggota koalisi dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Akibatnya, setiap partai koalisi tetap mempunyai ruang untuk berbeda. Karena itu, menurut dia, sikap berbeda PKS harus diterima sebagai bagian dari demokrasi. "Saya kira biasa saja berbeda selama tidak ada aturan main koalisi yang mengaturnya."
Kegagalan koalisi, menurut Ari, juga bisa muncul akibat dominasi dua partai saja, yaitu Demokrat dan Golkar. Akibatnya, partai pendukung lainnya merasa tidak diperlukan sehingga mengambil posisi berbeda untuk tetap eksis. "Bisa jadi ini bagian dari politik membangun citra PKS menjelang Pemilu 2014 dan itu dimungkinkan saja," ujar Ari.
Dalam rapat DPP Demokrat yang dihadiri Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono, sejumlah elite Demokrat meminta presiden mendepak PKS dari koalisi. Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, dalam pertemuan selama sekitar tiga jam itu sejumlah pengurus menyampaikan keluhan atas sikap PKS di koalisi. Dia pun meminta SBY segera mencoret PKS dari koalisi. "Kami merasa Presiden bisa bekerja dan mengambil keputusan," ujarnya.
Munculnya keinginan Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu 2009 untuk mengeluarkan PKS dari koalisi, menurut Ari, akan sulit terjadi. Apalagi keputusan melanjutkan koalisi atau tidak tergantung dari Presiden Yudhoyono sebagai Ketua Setgab dan tergantung PKS sendiri. "Kalau Presiden berani bisa saja. Ini juga wacana sudah lama, tapi kan belum juga terjadi."
Dalam rapat paripurna DPR, PKS berbeda sikap dengan lima partai koalisi lainnya yang menyetujui pemerintah menaikkan harga BBM asalkan harga minyak mentah Indonesia naik minimal 15 persen selama enam bulan. PKS sependapat dengan tiga partai oposisi yang tak ingin pemerintah menaikkan harga. Tiga partai itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Hanura.
IRA GUSLINA SUFA
Berita terkait
Kekesalan SBY terhadap PKS Memuncak
PDIP : Partai Koalisi Amburadul
PKS Klaim Dulu Masuk Koalisi Karena Diminta SBY
Pertemuan Menteri di Cikeas Bahas Nasib Koalisi
PAN Juga Ikut Pertanyakan Komitmen PKS di Setgab
Marzuki Alie Bilang Disakiti PKS di Twitter
PKB Semprot Kelakuan PKS