TEMPO.CO , Jakarta: -- Sidang kasus cek pelawat dengan terdakwa Nunun Nurbaetie hari ini diharapkan, selain mengungkap penyandang dana suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom, membuka sejumlah kejanggalan.
Berdasarkan dokumen yang dimiliki Tempo, cek pelawat yang dikeluarkan atas permintaan Suhardi alias Ferry Yen disebutkan sebagai uang muka dari Direktur Utama First Mujur, Hidayat Lukman alias Teddy Uban. Kegunaan dana dalam cek sedianya untuk membeli lahan sawit seluas 5.000 hektare di Tapanuli Selatan.
Anehnya, dalam dokumen tersebut Hidayat mengaku tak pernah mengecek keberadaan lahan itu. Bahkan, saat transaksi dibatalkan pun, ia malah menalangi sebagian besar uang muka yang tak sanggup dikembalikan Ferry. Tempo juga tak menemukan lahan tersebut ketika menelisik ke Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Direktur Keuangan First Mujur, Budi Santoso alias Awen, menyebutkan pembelian lahan itu dilakukan secara pribadi oleh Hidayat Lukman. Tapi Hidayat menyebutkan pembelian itu atas nama First Mujur yang dananya berupa cek pelawat yang dibeli oleh Artha Graha dari Bank Internasional Indonesia.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Sudjatmiko, dalam sidang 26 Maret lalu, sempat menduga Ferry sebagai tokoh fiktif. Rangkaian cek pelawat terputus di Ferry. Namun Budi Santoso menegaskan Ferry bukan tokoh rekaan. Ia mengaku beberapa kali bertemu dengan Ferry sebelum meninggal pada 2007.
Hidayat Lukman belum bisa diwawancarai. Imliong, tetangga Hidayat di Jalan Masjid Pekojan Nomor 133, Jakarta Barat, menyebutkan Direktur Utama PT First Mujur itu tinggal di Singapura sejak tiga tahun lalu. "Katanya berobat kanker sumsum tulang belakang," ujarnya.
Ina Rahman, pengacara Nunun Nurbaetie, menilai banyak kejanggalan terkait dengan asal-usul cek suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 tersebut. “Kasus ini luar biasa banyak kejanggalannya,” katanya kepada Tempo kemarin.
Ina mencontohkan kejanggalan mengangkut waktu penerimaan cek. Saksi Tutur, Head Teller Bank Artha Graha, misalnya, mengaku menerima cek pelawat dari BII pada Selasa, 8 Juni 2004, pukul 11.00 WIB. Sekitar 20 menit kemudian, kata Ina, Tutur telah menerima kembali dokumen perjanjian pembelian cek pelawat yang telah ditandatangani oleh PT First Mujur. Namun, menurut dia, keterangan di atas berbeda dengan keterangan saksi dari pihak lain.
Ngatirin, office boy PT Wahana Esa Sembada, mengaku mengambil bingkisan berisi cek pelawat dari ruangan bosnya, Nunun Nurbaetie, untuk diserahkan ke Ari Malangjudo (Direktur PT Wahana Esa Sejati) pada pukul 11.00 WIB. Cek pelawat itu semestinya masih berada di Bank Artha Graha sekitar pukul 11.50.
"Sehingga mustahil pada pukul 11.00 Ngatiran menyerahkan kepada Ari," ujarnya. Kejanggalan lain adalah keterlibatan seorang perempuan bernama Indah. Ia diduga sebagai kurir yang mengambil 480 lembar cek senilai Rp 24 miliar yang diminta First Mujur dari kantor Artha Graha. "Indah ini masih misterius," ujar Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, M. Rum.
l TRI SUHARMAN | AGUSSUP
Berita terkait
Miranda Goeltom Bersaksi untuk Nunun Hari Ini
Miranda Menjadi Saksi Terakhir untuk Nunun
Edisi Perdana, Cek Pelawat BII Dipakai Suap
BII Benarkan Sekretaris Nunun Cairkan Cek
Miranda Diduga Berperan Bantu Bank Artha Graha
Miranda Terkejut Ditetapkan sebagai Tersangka
ICW: Ada Penyandang Dana di Belakang Miranda
Wawancara Miranda: Saya Tak Menggunakan Cara Kotor