TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Pusat Kajian Anti-Korupsi, Oce Madril, menilai penundaan anggaran pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Dewan Perwakilan Rakyat adalah bentuk perlawanan balik para koruptor.
Menurut Oce, para politikus DPR ingin menunjukkan kekuatan di saat KPK tengah gencar mengusut kasus korupsi yang menjerat para politikus Senayan. "Ini jelas bentuk dari corruptor fight back," kata Oce kepada Tempo, Selasa, 26 Juni 2012.
Sampai saat ini, Komisi III DPR belum juga menyetujui anggaran pembangunan gedung KPK sebesar Rp 225,7 miliar. Berbagai alasan dikemukakan oleh Komisi III untuk menolak anggaran ini. Misalnya soal status KPK, sejumlah anggota Komisi merasa pembangunan gedung belum perlu karena status KPK hanya bersifat ad hoc.
Oce menilai, alasan DPR terlalu mengada-ada. Menurut dia, terus diulurnya pembangunan KPK menunjukkan ego kekuasaan DPR. "DPR ingin memperingatkan KPK agar jangan main-main dengan DPR. Kalau KPK berani mengobrak-abrik DPR, maka DPR menunjukkan kekuasaannya seperti ini," kata dia. (Baca: Marzuki Bantah DPR Jegal Pembangunan Gedung KPK)
Bentuk perlawanan DPR terhadap KPK ini, menurut Oce, bukan yang pertama. Kejadian ini tak bisa dilepaskan dari beberapa kejadian sebelumnya. "Misalnya seperti waktu pimpinan KPK dipaksa untuk hadir rapat dengan pimpinan DPR, usulan untuk membubarkan KPK, menggalang kekuatan untuk menolak moratorium remisi koruptor," ujarnya.
Ketua DPR Marzuki Alie menepis anggapan bahwa institusinya menjadi batu sandungan bagi terealisasinya pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
FEBRIYAN
Berita Terkait:
Politikus Senayan Ribut Gedung Baru KPK
Pedagang Kaki Lima Sumbang Biaya Gedung Baru KPK
Soal Gedung Baru KPK, Sikap Fraksi Masih Terpecah
Dahlan Sumbang 6 Bulan Gajinya untuk Gedung KPK
Marzuki Bantah DPR Jegal Pembangunan Gedung KPK
KPK Berharap DPR Kabulkan Anggaran Gedung Baru
KPK Kaji Mekanisme Sumbangan untuk Gedung Baru