TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar dolar bergerak menguat terhadap mata uang regional setelah bank sentral Amerika Serikat (The Fed) memutuskan untuk melanjutkan pemangkasan stimulus moneternya (tapering off) sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 65 miliar per bulan. Kecemasan atas nasib likuiditas tersebut menjadi faktor dominan yang menekan kurs regional dan rupiah. (Baca juga: The Fed Pangkas Stimulus Jadi US$ 65 Miliar)
Ekonom PT Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, mengatakan investor global langsung bereaksi negatif terhadap keputusan tappering off. Hal itu ditunjukkan melalui aksi jual besar-besaran yang terjadi pada bursa saham global dan aset-aset berisiko. “Indeks Dow Jones dan S&P 500 langsung terpangkas lebih dari 1 persen,” ujarnya.
Baca Juga:
Menurut Rangga, masifnya aksi jual juga dialami rupiah. Meskipun tren penguatan rupiah masih ada, kekhawatiran terhadap risiko kurs membuat pelaku pasar kembali melepas aset-aset berdenominasi rupiah. “Selain faktor tapering off, maraknya aksi jual juga terjadi karena agenda libur Imlek,” Rangga menerangkan. (Baca juga: Rupiah Hari Ini Diperkirakan Rp 12.100-12.250)
Hingga pukul 14.00 WIB, mata uang regional kompak melemah. Won memimpin laju pelemahan dengan penurunan sebesar 1 persen. Adapun nilai tukar rupiah juga diketahui terkoreksi 45 poin (0,37 persen) ke level Rp 12.211 per dolar. Hanya dolar Singapura yang tampaknya mampu melanjutkan penguatan sebanyak 0,1 persen
MEGEL JEKSON (PDAT)
Terpopuler :
Pemilu, Hindari Investasi di Media Milik Capres
Freeport Lobi Pemerintah Kendurkan Aturan Ekspor
2015, Anggaran SKK Migas Masuk APBN
Lenovo Akuisisi Motorola dari Google US$ 2,91 M
The Fed Pangkas Stimulus Jadi US$ 65 Miliar
Ekspor Gas ke Singapura Segera Berakhir?