TEMPO.CO , Jakarta - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai putusan Mahkamah Konstitusi yang melepaskan kewenangan mengadili sengketa pemilu kepala daerah adalah tidak tepat. Menurut dia, kewenangan MK dalam memutus sengketa pilkada sudah sesuai dengan konstitusi.
"Karena yang dimaksud dengan pemilu pada Undang-Undang Dasar itu ya melingkupi pemilihan kepala daerah," ujar Refly, saat dihubungi, Senin, 19 Mei 2014. "Apalagi instrumennya juga sama, yakni Komisi Pemilihan Umum yang melingkupi daerah menjadi KPUD." (Baca: MK Tak Lagi Tangani Sengketa Pilkada)
Dengan wewenang mengadili sengketa pilkada, Mahkamah secara langsung juga sudah menjaga konstitusi. Rujukannya, kata Refly, adalah Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar.
"Dijelaskan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tugas MK adalah untuk menjamin pelaksanaan pemilu sesuai Pasal 22E ayat (1) itu," ujarnya. "Sehingga kalau ditemukan pemilu tidak luber dan tidak jurdil, maka di situlah MK bisa bertindak melindungi konstitusi," ujarnya.
Refly menganggap penyelesaian sengketa pilkada di MK memang tidak dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Pelaksanaan penyelesaian sengketa pilkada di MK saat ini seperti penanganan sengketa di pengadilan biasa yang langsung pada pokok permasalahan yang disengketakan. (Baca:MK: Hasil Sengketa Pilkada Jatim Tak Bisa Direvisi)
Seharusnya, kata Refly, MK hanya mengecek sengketa itu dari penjelasan para penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu. "Bukan lantas pokok perkaranya yang dijadikan keutamaan dalam pelaksanaan sidang."
Mantan staf ahli hukum di Mahkamah Konstitusi ini menilai cara yang efektif adalah mengembalikan semua sengketa pilkada ke Mahkamah Agung. Dia juga menafsirkan pembentukan Undang-Undang pengganti yang dilontarkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva semata hanya untuk mencari landasan hukum agar penanganan penyelesaian sengketa pilkada kembali ke Mahkamah Agung.
Menurut Refly, jika ingin dibentuk sebuah pengadilan khusus pemilu, maka tetap harus di bawah naungan MA. Musababnya, kata Refly, hal itu tidak bisa dipisahkan. "Kalau mau dibuat lembaga peradilan pemilu di luar itu, kita harus mengubah konstitusi."
REZA ADITYA
Terpopuler:
Jadi Cawapres, Ini Daftar Kebijakan Kontroversi JK
Profil Wisnu Tjandra, Bos Artha Graha yang Hilang
Akbar: Rapat Pimpinan Nasional Golkar Aneh
Inanike, Pramugari Garuda yang Salat di Pesawat