TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mendesak polisi memeriksa alumni SMA 3 yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam Sabhawana di Gunung Tangkuban Parahu. "Polisi harusnya memeriksa para alumni yang ikut," ujar Arist di kantornya, Jumat, 4 Juli 2014. (Baca: Kronologi Penganiayaan di Kegiatan Sabhawana SMA 3)
Arist menjelaskan ada dua alumni yang menurut kesaksian para tersangka adalah pelaku sesungguhnya. "Mereka yang memukuli Arfiand," ujar Arist. Kedua alumni itu, kata Arist, berusia lebih dari 25 tahun. (Baca: Begini Uji Fisik di Ekskul Sabhawana SMA 3)
Pemukulan ini, kata Arist, disebabkan kegeraman para alumni yang mengetahui seorang peserta, Arfiand Caesary Alirhami, 16 tahun, meminta pulang pada hari ketujuh karena merasa kelelahan. Mereka kemudian memberikan pilihan kepada Arfiand. "Mau jaket merah atau pulang?" kata Arist menirukan ucapan alumni SMAN 3. Arfiand bergeming. (Baca: Tersangka Ospek Sabhawana SMA 3 Sakit Epilepsi)
Lantaran meminta pulang, Arfiand kemudian dibawa oleh kedua alumni itu ke suatu tempat. Di situ, Arfiand dipukuli. Akibat pemukulan tersebut, Arfiand mengalami luka dalam di perut hingga ia meninggal dunia. Peristiwa penganiayaan itu, menurut Arist, diketahui oleh seorang saksi yang merupakan peserta. (Baca: Ospek SMA 3, Tersangka Dihibur Buku Raditya Dika)
Adapun lima tersangka siswa kelas XI SMA 3, DW, TM, AM, KR, dan PU, kata Arist, hanya pengurus Sabhawana. "Justru mereka yang memberikan pertolongan pertama kepada Arfiand," kata Arist. Karena itulah, para tersangka histeris ketika digiring polisi dan dimasukkan ke dalam bui. (Baca: Siswa Jadi Tersangka, SMA 3 Dituding Lepas Tangan)
ANDI RUSLI
Topik terhangat:
Jokowi-Kalla | Prabowo-Hatta | Piala Dunia 2014 | Tragedi JIS
Berita terpopuler lainnya:
Lurah Susan 'Mengurung Diri' Sampai 9 Juli
Prabowo 'Nyerah' di Daerah-daerah Ini
Dihalangi Mencoblos, Ratusan TKI Hongkong Marah