TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memiliki sikap yang berseberangan dengan mayoritas fraksi terkait dengan usulan perubahan sistem pemilihan kepala daerah. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermasnsyah Djohan menjelaskan sikap itu telah disampaikan dalam rapat konsinyering di Cikopo pekan lalu.
"Sikap terakhir pemerintah masih mendukung pemilihan secara langsung, baik untuk pemilihan gubernur maupun pemilihan bupati dan wali kota,” kata Djohermansyah dalam pesan pendeknya kepada Tempo, 8 September 2014.(Baca: Jokowi: RUU Pilkada Potong Kedaulatan Rakyat )
Aturan perubahan sistem pemilihan kepala daerah tengah dibahas antara pemerintah dan DPR. Mulanya pemerintah menawarkan opsi agar pemilihan bupati dan wali kota dipilih lewat jalur parlemen, tapi tetap mempertahankan sistem pemilihan langsung untuk gubernur.
Dalam perjalanannya, sejumlah fraksi memunculkan opsi lain untuk menggunakan mekanisme parlemen, baik untuk pemilihan gubernur, wali kota, maupun bupati. Usulan itu diajukan partai pengusung Koalisi Merah Putih seperti Gerindra, PAN, PPP, Golkar, PKS, dan Demokrat. (Baca: RUU Pilkada Kemunduran Demokrasi)
Menurut Djohermansyah, tiga opsi itu sama-sama berpeluang disetujui. Jika opsi pemilihan langung yang dipilih, pemerintah bersama DPR akan membuat sejumlah aturan penyesuaian, salah satunya tentang besaran biaya kampanye. Para kandidat juga akan menjalani uji publik melalui panitia seleksi.
Namun, bila opsi pilkada tak langsung yang disetujui, penyesuaian itu akan terlihat dari penguatan fungsi pengawasan, baik yang dilakukan publik maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. “Apabila ada transaksi jual-beli suara, akan ditindak,” katanya. (Baca: Pengamat Sebut Alasan RUU Pilkada Harus Ditolak )
RIKY FERDIANTO | TIKA PRIMANDARI
Baca juga:
PDIP-Jokowi Tak Berkutik di Depan Koalisi Prabowo
UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur
Identitas Jack the Ripper Akhirnya Terungkap
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi