TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menilai langkah Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengundurkan diri sebagai kader Partai Gerakan Indonesia Raya terlalu berlebihan. Menurut dia, perbedaan pendapat dengan partai mengenai pilkada langsung atau tidak langsung tak bisa disikapi dengan mengumbar pengunduran diri ke publik. (Baca: Ahok Tak Pantas Disebut Kutu Loncat)
"Tentu, dalam konteks itu (RUU Pilkada) memang sarat dengan kepentingan politik. Tapi itulah risiko politik. Silang pendapat tidak bisa begitu saja diumbar kepada masyarakat," ujarnya saat dihubungi, Kamis, 11 September 2014.
Sebelumnya, Ahok menyatakan tak bisa menoleransi sikap Gerindra yang mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Menurut Zuhro, perbedaan pendapat dengan partai dalam menyikapi RUU Pilkada tidak perlu langsung direspons dengan pengunduran diri. (Baca: Ahok Mundur dari Gerindra, Ini Kata Jokowi)
"Itu kan risiko politik. Enggak bisa semau gue," kata Zuhro. Menurut dia, apabila Ahok resmi keluar dari Gerindra, hal itu akan berakibat buruk terhadap kinerja Pemerintah Provinsi DKI, seperti dalam penyusunan kebijakan daerah. "Perda kan juga diputuskan bersama dengan DPRD," tuturnya.
Zuhro mengkhawatirkan pengunduran diri Ahok membuat sejumlah pimpinan daerah lain melakukan langkah yang sama. Sebab, Zuhro berpendapat, DKI Jakarta mendapat sorotan lebih dan kemudian memberikan efek untuk wilayah lain.
"Jakarta itu ibu kota. Reaksi terhadap penyelenggaraan pilkada memberikan resonansi yang gaungnya bisa meluas ke mana-mana," ujar Zuhro.
NURIMAN JAYABUANA
Terpopuler
Ahok Mundur dari Gerindra, Ini Kata Jokowi
Alasan Ahok Jatuh Cinta dan Putus dari Gerindra
Ahok: Saya Bukan Kader Gerindra yang Baik
Prabowo Legowo Ahok Keluar dari Gerindra