TEMPO.CO, Jakarta - Pola hidup manusia menjadi lebih baik dan teratur setelah cara berburu dan mengumpulkan makanan di hutan digantikan oleh metode bertani. Namun perkembangan besar itu mempengaruhi fisik manusia. Hasil penelitian yang dimuat jurnal PNAS pada akhir Desember 2014 mengungkapkan bahwa kerangka manusia justru menjadi lebih rapuh setelah sistem pertanian diperkenalkan.
Ilmuwan mengungkap perbedaan struktur tulang dengan membandingkan kerangka manusia yang hidup sebagai pemburu dan pengumpul makanan di sekitar Illinois, Amerika Serikat, dengan masyarakat tani modern. Kekuatan tulang manusia pemburu dan pengumpul makanan yang hidup sekitar 7.000 tahun lalu ternyata setara dengan milik orangutan modern. Sedangkan kerangka para petani di wilayah yang sama sekitar 6.000 tahun kemudian justru menjadi lebih ringan dan ringkih, sehingga rentan retak atau patah.
Peneliti mempelajari tulang femur manusia dan primata dalam data arkeologi dengan sinar-X. Setelah diukur, massa tulang pemburu dan pengumpul makanan 20 persen lebih tinggi ketimbang manusia modern yang hidup dengan cara bertani. Jumlah itu setara dengan massa rata-rata yang hilang jika manusia hidup dalam kondisi tanpa gravitasi di luar angkasa selama tiga bulan.
Colin Shaw, peneliti dari Grup Riset Adaptabilitas, Variasi, dan Evolusi Fenotipe (PAVE) University of Cambridge, mengatakan teknologi dan budaya yang dicapai manusia modern tidak sesuai dengan dengan adaptasi evolusi fisik yang telah dijalani. "Evolusi fisik hominid memakan waktu tujuh juta tahun, namun 50 atau 100 tahun belakangan kita menjadi lebih banyak bekerja dari balik meja," kata Shaw.
Di beberapa bagian tulang manusia pemburu ditemukan struktur yang lebih tebal akibat tekanan aktivitas fisik menyusuri wilayah mencari buruan. Kegiatan itu menghasilkan kerusakan kecil di tulang yang membuatnya kembali tumbuh dan semakin kuat selama hidup. Aktivitas yang membangun kekuatan tulang bisa mencegah kerapuhan tulang akibat penuaan. "Cedera pinggul tak akan terjadi dengan mudah pada usia tua jika orang sudah membangun kekuatan tulangnya sejak awal," kata Shaw. (Baca juga: Kenapa Joging Bikin Kita Awet Muda?)
Reduksi aktivitas fisik, peneliti menyimpulkan, menjadi sumber utama degradasi tulang manusia yang terjadi selama ribuan tahun. Kondisi sekarang dinilai lebih parah karena manusia semakin malas bergerak. Latihan fisik dinilai lebih membantu mengurangi risiko kerusakan tulang, seperti osteoporosis pada usia lanjut, ketimbang melakukan diet. Sering melatih fisik pada masa muda membuat kekuatan tulang mencapai puncak pada usia 30 tahun, sehingga kerusakan akibat usia bisa diperkecil. (Baca juga: Obat Tulang, Tekan Risiko Kanker )
Peneliti belum menemukan jawaban ilmiah ihwal anatomi mengapa manusia modern tidak memiliki tulang sekuat orangutan atau kelompok pemburu-pencari makanan. Manusia sekarang yang kuat dan sangat aktif berolah raga sekalipun tidak memiliki tulang yang sama kuat dengan tulang orangutan atau kelompok pemburu purba. Situasi saat ini tampaknya membuat tulang manusia melemah. "Saat ini kita kebanyakan hanya duduk di dalam mobil atau bekerja dari balik meja," kata Shaw.
SCIENCEDAILY | GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Terpopuler:
Xiaomi Luncurkan Redmi 2
Bakteri Kolera Menyantap Gen Inang
Sebelum Dijual, Produk Huawei 'Disiksa'
Cari AirAsia, Ini Prestasi Kapal BPPT Baruna Jaya
Pertama, Ilmuwan Teliti Pigmen Mata Dinosaurus
Studi: Makanan Cepat Saji Turunkan Nilai Siswa
Video Gangnam Style Bikin YouTube Jebol
Berita lain:
Supaya Selfie Anda Terlihat Keren
Tips agar Terhindar dari Penyadapan
6 Kebiasaan yang Bisa Merusak Ponsel