TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengecam keras penangkapan salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Wdjojanto. Apalagi penangkapan itu dilakukan pascapenetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. (Baca: Pelapor Kasus Bambang Widjojanto dari PDIP, Siapa Dia?)
"Kami mengecam keras penangkapan oleh Bareskrim terhadap Bambang Widjojanto," kata peneliti senior Pukat, Hifdzil Alim, Jumat, 23 Januari 2015. (Baca: PDIP vs KPK: Siapa Jadi Pendendam?)
Hifdzil menuturkan penangkapan ini merupakan salah satu upaya pelemahan terhadap KPK. Sebab, tinggal tiga orang komisioner lembaga antirasuah yang ada. Apalagi jika ketuanya yaitu Abraham Samad juga dilaporkan oleh pengacara tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan karena penyalahgunaan wewenang.
Ia menambahkan, jika isu terhadap Abraham benar maka otomatis tinggal Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain yang menjadi komisioner KPK. Padahal pengambilan keputusan di komisi itu harus secara kolektif kolegial. "Otomatis KPK akan lumpuh dan berhenti," kata Zainurrahman, salah satu peneliti di Pukat Universitas Gadjah Mada. (Baca: PDIP Mega Menyeruduk, Begini Ranjau bagi Bos KPK)
Jika Bambang ditangkap karena penyalahgunaan wewenang, kata Zainurrahman, hal ini merupakan perlawanan polisi kepada institusi itu karena salah satu petinggi polisi dijadikan tersangka. "Ini upaya nyata perlawanan polisi untuk mematikan upaya pemberantasan korupsi," kata dia.
Ia menambahkan, soal penetapan Budi Gunawan jadi tersangka sudah sesuai prosedur. Lagi pula penyelidikan sudah dilakukan pada 2010. Sedangkan isu Abraham Samad soal pemilihan calon wakil presiden pada 2014. (Baca: Tanpa Izin Mega, Hasto Kristiyanto Serang KPK)
MUH SYAIFULLAH
VIDEO TERKAIT:
Baca juga:
BW Ditangkap, Jokowi Bicara Pertumbuhan Ekonomi
#SaveKPK dan #SayaKPK Dikibarkan di Gedung KPK,
Pemkot Bogor Anggarkan Rp 10 Miliar untuk Taman
Sejuta Turis Australia Kunjungi Bali Tiap Tahun