Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aulia Fahmi menjelaskan maksudnya melaporkan Ruslan Buton ke Mabes Polri atas kasus dugaan ujaran kebencian. Aulia berujar, organisasi tempatnya beraktivitas, yakni Cyber Indonesia memang aktif memperhatikan konten-konten di media sosial yang mengandung ujaran kebencian dan berita bohong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ketika kita melihat itu (konten Ruslan Buton), waktu itu saya dan Muannas Alaidid dan saksi Shahab juga berpendapat bahwa konten ini sangat berbahaya, kalau dibiarkan akan menjadi liar di media sosial," kata Aulia dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 24 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah surat terbuka Ruslan Buton untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebut viral di media sosial dalam beberapa hari, kata Aulia, netizen menjadi gaduh. Warga negara disebut saling membenci dan mem-bully.
"Kalau dibiarkan bisa menjadi pergolakan yang lebih besar," ujar Aulia.
Aulia juga mengaku dirugikan atas klaim Ruslan Buton untuk mewakili suara rakyat Indonesia dalam surat terbukanya kepada Jokowi. Aulia merasa tidak terwakili.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian, Aulia juga menjelaskan bahwa tidak ada ancaman terhadap kedaulatan Indonesia, tidak ada pergolakan masyarakat, serta komponen masyarakat disebut masih mendukung pemerintah. Klaim itu dibuat untuk membantah ucapan Ruslan dalam surat terbukanya untuk Jokowi.
"Memang gak ada, damai," ujar Aulia saat pernyataannya dalam BAP kembali diungkit di persidangan.
Kuasa Hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta kemudian mencecar alasan-alasan Aulia Fahmi tadi. "Jadi enggak ada yang di Papua nembak-nembak itu. Itu gak ada? Papua Damai?,". Aulia coba menjawab pertanyaan Tonin. "Yang saya lihat dan saya rasakan saat itu," kata dia.
Ruslan Buton dilaporkan ke polisi karena membuat surat terbuka kepada Presiden Jokowi dalam bentuk rekaman suara berdurasi 4.08 menit. Ia meminta Jokowi mundur dari jabatannya sebagai presiden demi menyelamatkan bangsa. Jokowi dianggap gagal memimpin Indonesia.
Atas perbuatannya itu, jaksa penuntut umum mendakwa Ruslan Buton dengan empat pasal alternatif. Dakwaan pertama melalui Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sementara dakwaan kedua melalui Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal ini mengatur tentang perbuatan menyiarkan berita bohong. Sedangkan dakwaan ketiga menggunakan Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Terakhir, melalui Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.