Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum mendakwa Ruslan Buton dengan empat pasal alternatif. Dakwaan pertama melalui Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan atargolongan (SARA)," ujar jaksa Abdul Rauf saat membacakan dakwaan pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 13 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada dakwaan kedua, Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal ini mengatur tentang perbuatan menyiarkan berita bohong. Di dakwaan ketiga, jaksa menggunakan Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal ini menjelaskan tentang perbuatan menyiarkan berita yang dapat menimbulkan keonaran.
Sementara di dakwaan keempat, Ruslan dijerat dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal ini menjelaskan perbuatan menyiarkan kabar tidak pasti, berkelebihan atau tidak lengkap yang dapat menerbitkan keonaran.
Jaksa Abdul Rauf menjelaskan, perbuatan pidana itu dilakukan Ruslan dengan cara membuat surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam bentuk rekaman suara berdurasi 4.08 menit. Rekaman tersebut dibuat menggunakan handphone di rumah. Ruslan di Desa Matanauwe, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pada intinya, rekaman berisi permintaan agar Jokowi mundur sebagai presiden demi menyelamatkan bangsa. Salah satunya, untuk menyelamatkan Indonesia dari Komunis.
Pada 18 Mei 2020, jaksa menyebut bahwa Ruslan menghubungi seorang wartawan dengan mengatakan ada sebuah tulisan tentang surat terbuka untuk Jokowi. Ruslan meminta surat terbuka itu dimuat di media online dengan alamat situs www.indeks.co.id.
"Terdakwa mengirim rekaman suara tersebut melalui chat WhatsApp," ujar Abdul Rauf.
Menurut Jaksa, niat terdakwa mengirim rekaman suara tersebut kepada wartawan adalah untuk memviralkan dan agar bisa langsung didengar oleh pemerintah serta Jokowi. Setelah surat dimuat di media, Ruslan kemudian mengirim link beritanya ke grup Trimatra Jakarta dan APIB (Aliansi Profesional Indonesia Bangkit). Polisi kemudian menangkap Ruslan di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Kecamatan Wabula, Sulawesi Tenggara, pada Kamis, 28 Mei 2020.
Menurut jaksa, perbuatan eks anggota TNI Angkatan Darat itu memiliki dampak sosial dan dampak potensial. Di antaranya berpotensi memantik kekerasan terhadap target yang dilakukan oleh pihak ketiga, baik individu maupun kelompok dan memicu respon emosional dari target, seperti perasaan terhina dan stress
"Dan mempengaruhi sikap masyarakat dengan menyebarkan kebencian atau memelintirkan kenyataan," ujar jaksa Abdul Rauf.