Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Cerita di Balik Akuisisi Bank Muamalat oleh BTN Syariah

BTN Syariah bersiap mengakuisisi Bank Muamalat. Menjadi opsi penyehatan terbaru Bank Muamalat meski ditolak MUI. 

17 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BTN Syariah akan menyelesaikan akuisisi Bank Muamalat pada Oktober 2024.

  • Pemerintah menjamin entitas hasil konsolidasi akan memakai nama Bank Muamalat.

  • MUI khawatir jati diri Bank Muamalat sebagai bank syariah umat berubah seusai akuisisi.

SELEPAS menggelar rapat umum pemegang saham tahunan pada 6 Maret 2024, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon Napitupulu menghadapi setumpuk target. Selain meningkatkan kinerja, Nixon harus mewujudkan konsolidasi BTN Syariah—unit usaha bank syariah BTN—dengan PT Bank Muamalat Indonesia. “Kami sedang menjalankan due diligence, biasanya tiga bulan. Sudah kami buat, cuma dua bulan,” katanya kepada Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Due diligence atau uji tuntas adalah salah satu tahap yang harus dilalui sebelum konsolidasi antara BTN Syariah dan Bank Muamalat berlanjut. BTN telah menunjuk perusahaan sekuritas, kantor akuntan publik, dan firma hukum untuk menjalankan uji tuntas. Menurut Nixon, ada empat hal yang diperhatikan dalam due diligence Bank Muamalat, yaitu kinerja keuangan, perjanjian hukum, ketersediaan teknologi, serta kesiapan sumber daya manusia. “April nanti keputusannya sudah ada,” ujar Nixon, yang menargetkan merger rampung pada Oktober 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BTN sejak tahun lalu beberapa kali menyatakan minat mengakuisisi salah satu bank syariah nasional. Aksi korporasi ini mau tidak mau harus dilakukan setelah terbit Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 yang mewajibkan pemisahan atau spin-off unit usaha syariah yang memiliki aset minimal Rp 50 triliun atau mencapai 50 persen dari aset bank induknya. Spin-off wajib berjalan paling lambat dua tahun setelah kondisi itu terpenuhi. Pada 2022, aset BTN Syariah telah mencapai Rp 45 triliun dan pada akhir 2023 menembus Rp 54,3 triliun sehingga masuk kriteria wajib spin-off

Nasabah melakukan transaksi di Bank Muamalat, Jakarta, Desember 2023. Tempo/Tony Hartawan

Nixon mengatakan akuisisi bank syariah yang sudah eksis seperti Bank Muamalat jauh lebih efisien dibanding membangun entitas baru. “Dua tahun tak cukup untuk membuat bank baru," ucapnya. Karena itu, pada Oktober 2023 BTN mengajukan letter of interest kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku pemegang saham pengendali Bank Muamalat. Surat pernyataan minat tersebut baru mendapat tanggapan pada Januari 2024, ketika BPKH merestui rencana BTN melakukan due diligence terhadap Bank Muamalat.

Rencana akuisisi oleh BTN menjadi jalan bagi Bank Muamalat untuk memperbaiki kinerjanya. Komisaris Bank Muamalat, Andre Mirza Hartawan, mengatakan perseroan membutuhkan konsolidasi dengan bank lain untuk memperkuat kinerja. “Bank Muamalat sudah memasukkan potensi pertumbuhan anorganik dalam rencana perkembangan bisnis bank,” katanya kepada Tempo. Salah satu yang dibidik adalah pertumbuhan portofolio pembiayaan yang berasal dari retail banking dan consumer banking

Andre mengatakan sampai saat ini Bank Muamalat terus berupaya memperkuat portofolio, mengelola aset, dan menjaga rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing pada tingkat yang aman. Dalam strategi bisnisnya, Bank Muamalat juga mengoptimalkan potensi ekosistem haji. “Kami berharap dalam dua tahun ke depan bisa terus diperkuat," tuturnya.

•••

BAK gayung bersambut, rencana akuisisi oleh BTN Syariah sejalan dengan upaya penyehatan kinerja keuangan Bank Muamalat. Modal bank syariah pertama di Indonesia itu cekak akibat tumpukan aset yang berkualitas buruk dan peningkatan non-performing financing atau NPF. Pada 2015, tingkat NPF Bank Muamalat mencapai 7,11 persen. Seretnya modal menyebabkan Bank Muamalat sulit berekspansi serta lesu dalam penyaluran pembiayaan. Dampaknya, bank syariah itu sulit mencetak laba. 

Puncak masalah Bank Muamalat terjadi pada 2017, ketika rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) bank itu turun menjadi 11,58 persen. Padahal batas bawah CAR adalah 12 persen untuk menyerap risiko jika terjadi anomali dalam sistem jasa keuangan. Ada sejumlah calon investor yang merapat, tapi tak pernah bersepakat. 

Pelayanan nasabah di BTN Syariah. Dok.BTN

Pada 2018, sejumlah konsorsium berencana bergabung sebagai pemegang saham Bank Muamalat. Salah satunya konsorsium yang dipimpin Ilham Habibie, yang saat itu juga menjabat Komisaris Utama Bank Muamalat. Konsorsium itu merupakan perusahaan patungan Ilham dengan perusahaan penasihat keuangan dan investasi asal Singapura, Lynx Asia; bos Medco Energi, mendiang Arifin Panigoro; dan SSG Group asal Hong Kong. Namun konsorsium ini gagal bersepakat.

Dua tahun kemudian, Ilham datang dengan calon investor baru, yaitu Al-Falah Investments Pte Ltd. Otoritas Jasa Keuangan lantas memberikan lampu hijau kepada konsorsium Ilham bersama Al-Falah Investments untuk mengambil alih saham Bank Muamalat melalui penawaran saham terbatas atau rights issue. Berdasarkan perkiraan OJK, kebutuhan modal Bank Muamalat mencapai Rp 8 triliun. Kala itu OJK memberikan tenggat kepada konsorsium untuk menyetor dana Rp 4 triliun melalui escrow account Bank Muamalat secepatnya serta menjalankan proses administrasi. Namun suntikan dana itu tak pernah ada.

Direktur Utama BTN Nixon L P Napitupulu dalam Paparan Kinerja Keuangan BTN Tahun Buku 2023 di Jakarta, 12 Februari 2024. Antara/Indrianto Eko Suwarso

Akhirnya, pada 2021, OJK mengumumkan Badan Pengelola Keuangan Haji memenuhi semua persyaratan untuk mengakuisisi dan menjadi pemegang saham pengendali Bank Muamalat. BPKH menjadi pemegang saham pengendali setelah menerima hibah saham dari Islamic Development Bank dan Sedco Group pada 15 dan 16 November 2021 sebanyak 7.903.112.181 lembar saham atau setara dengan 77,42 persen. Karena itu, total kepemilikan saham BPKH di Bank Muamalat melesat menjadi 78,45 persen. 

Bank Muamalat kemudian melakukan rights issue. Dalam skema ini, BPKH menyuntikkan tambahan modal Rp 1 triliun sehingga kepemilikan sahamnya meningkat menjadi 82,66 persen. Bersamaan dengan itu, OJK menyatakan neraca keuangan Bank Muamalat membaik dan menetapkan status pengawasan normal. Saat ini komposisi pemegang saham Bank Muamalat adalah BPKH dengan kepemilikan 82,66 persen, Andre Mirza Hartawan 5,19 persen, Islamic Development Bank 2,04 persen, dan pemegang saham lain 10,11 persen. 

Jika BTN Syariah jadi menyuntikkan modal, susunan pemegang saham bakal berubah lagi. Komisaris Bank Muamalat, Andre Hartawan, mengatakan BTN menjadi pihak yang pertama kali mendatangi Bank Muamalat dan menyatakan inisiatif merger. Sebagai pemegang saham minoritas, Andre mengaku tak berkeberatan terhadap rencana tersebut. “Concern kami pada branding Muamalat yang sudah baik selama ini. Kami harap itu dapat terus dipertahankan,” ucapnya. Andre membenarkan kabar bahwa saat ini tengah berlangsung proses due diligence yang ditargetkan rampung pada April mendatang. “Sejauh ini berjalan lancar.”

Menurut seorang pejabat di Bank Muamalat, akuisisi bisa berjalan lancar karena BPKH selaku pengendali beberapa kali menyatakan niat mengurangi porsi kepemilikan sahamnya. Tempo meminta tanggapan tentang rencana konsolidasi Bank Muamalat kepada Kepala BPKH Fadlul Imansyah, tapi tak mendapat jawaban. Adapun Sekretaris Perusahaan Bank Muamalat Hayunaji mengatakan rencana konsolidasi dengan BTN Syariah sepenuhnya merupakan kewenangan BPKH. “Kami akan mengikuti arahan dan strategi BPKH,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam mengatakan rencana masuknya BTN Syariah menjadi angin segar bagi Bank Muamalat yang beberapa tahun terakhir menghadapi persoalan keuangan. Akuisisi oleh BTN Syariah, dia menambahkan, bakal mengubah posisi pemegang saham pengendali. 

Menurut Piter, hal ini bisa membawa dampak positif karena BPKH bukan lembaga yang berfokus pada bisnis perbankan. Sedangkan Bank Muamalat membutuhkan pemegang saham pengendali yang lebih lincah dan memahami industri perbankan. “Ini yang menjadi kendala Bank Muamalat selama ini, karena BPKH memang bukan lembaga yang mencari keuntungan," ujarnya.

Piter mengatakan Bank Muamalat tetap memiliki potensi bisnis yang besar, ditambah adanya nasabah loyal yang telah mempercayakan asetnya selama berpuluh-puluh tahun. “Kunci bisnis perbankan itu kepercayaan dan itu terbukti karena Bank Muamalat masih bisa bertahan,” katanya. 

Dalam laporan keuangan kuartal III 2023, Bank Muamalat memiliki simpanan dana wadiah Rp 9,52 triliun, naik 9,29 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 8,71 triliun. Sedangkan BTN Syariah mencetak laba bersih Rp 400 miliar pada September 2023, naik hingga 70 persen dari perolehan tahun sebelumnya. Adapun pembiayaan yang disalurkan BTN Syariah mencapai Rp 35,79 triliun, naik dari tahun lalu yang sebesar Rp 30,35 triliun. 

Prospek akuisisi ini pun cukup cerah karena BTN Syariah memiliki bisnis pembiayaan perumahan yang bisa menopang pertumbuhan Bank Muamalat.

•••

JIKA rencana konsolidasi BTN Syariah dan Bank Muamalat terwujud, akan ada bank syariah baru dengan nilai aset di atas Rp 100 triliun. Taksiran ini diperoleh dari nilai aset BTN Syariah pada akhir 2023 yang sebesar Rp 54,3 triliun dan Bank Muamalat yang mencapai Rp 66,19 triliun. Nilai aset gabungan dua bank ini memang masih terpaut jauh jika dibanding aset PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI yang sebesar Rp 319,84 triliun.

Pengamat perbankan dari Centre for Banking Crisis, Ahmad Deni Daruri, mengatakan Bank Muamalat memenuhi kriteria ideal untuk diakuisisi, tak terkecuali oleh BTN Syariah. Sebab, perseroan membutuhkan injeksi modal agar bisa lebih ekspansif dan sepenuhnya lepas dari persoalan masa lalu. “Memang, ketimbang dua tahun lalu Bank Muamalat sudah lebih sehat. Tapi sehat saja tidak cukup karena bank mesti tumbuh dan modalnya terus ditingkatkan agar bisa menjalankan fungsi intermediasi secara optimal,” ucapnya. 

Kementerian Badan Usaha Milik Negara menjadi pihak yang paling getol mendorong langkah merger BTN Syariah dengan Muamalat. Dua pejabat di lingkaran industri jasa keuangan mengatakan konsolidasi dua bank ini tak terlepas dari ambisi Menteri BUMN Erick Thohir menciptakan bank syariah terbesar kedua setelah berhasil mendirikan BSI. 

Menurut pejabat tersebut, Kementerian BUMN meminta proses akuisisi dilakukan dengan cepat dan ditargetkan rampung sebelum Oktober 2024 atau sebelum pergantian pemerintahan. Tempo meminta tanggapan tentang hal ini kepada staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, tapi keduanya tak memberikan jawaban. 

Sedangkan Erick Thohir dalam kesempatan terpisah menyatakan keinginannya menjadikan entitas gabungan BTN Syariah dan Muamalat sebagai bank syariah besar pesaing BSI. “Ini hal yang bagus karena nanti akan masuk jajaran 16 bank terbesar. BSI memiliki pesaing di pasar, karena kami tidak ingin ada monopoli di industri ini,” katanya pada 26 Februari 2024. Erick pun berjanji tak mengubah dan bakal mempertahankan jenama Muamalat seusai konsolidasi. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyambut baik rencana konsolidasi BTN Syariah dengan Bank Muamalat. “OJK mendukung langkah konsolidasi dalam rangka pengembangan perbankan syariah di Indonesia,” ujarnya. Dian mengatakan, dari 13 badan usaha syariah dan 20 unit usaha syariah yang beroperasi di Indonesia, ada 11 bank dan 17 unit usaha syariah yang memiliki aset di bawah Rp 40 triliun. 

Meski begitu, rencana konsolidasi ini juga menuai penolakan. Salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia yang perwakilannya turut menduduki posisi Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat. Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mengatakan ada alasan dan pertimbangan yang mendasari penolakan itu. Yang pertama adalah kekhawatiran akan kehilangan identitas dan warisan para pendiri Bank Muamalat untuk mempertahankan jati diri sebagai bank milik umat islam. Ide pendirian Muamalat tercetus dalam lokakarya MUI pada Agustus 1990. Pendirian bank itu digerakkan oleh MUI, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah. 

Kendati langkah tersebut mendapat dukungan pemerintah, Anwar menegaskan bahwa Bank Muamalat bukan bank pemerintah atau bank milik negara. "Ini bank pertama murni syariah yang sejarah kelahirannya berbeda dengan bank-bank syariah lain yang berinduk kepada bank konvensional,” kata Anwar. Alasan lain, Anwar menambahkan, adalah kekhawatiran merger atau akuisisi bakal mengganggu komitmen pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah oleh Bank Muamalat. Apalagi jika Bank Muamalat menjadi entitas anak BUMN yang selama ini kerap mendapat penugasan untuk kepentingan pemerintah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Riri Rahayu berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Juru Selamat Baru Bank Muamalat" 

Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus