Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Buntut Tunggakan Utang Rafaksi

Pengusaha bakal menggugat pemerintah setelah pemilu lantaran belum melunasi utang rafaksi minyak goreng dalam dua tahun. 

14 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan membawa masalah utang rafaksi pemerintah ke ranah hukum setelah pemilu.

  • Pelaksana tugas Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia, Sahat Sinaga, juga berharap rafaksi bisa dibayarkan sebelum pemerintahan berganti.

  • Ditanya ihwal rencana pembayaran utang rafaksi, jawaban Kementerian Perdagangan tak banyak berubah dari tahun lalu.

JAKARTA - Dua tahun berlalu, pembayaran selisih biaya produksi minyak goreng dengan harga jualnya atau rafaksi yang dijanjikan pemerintah ke pengusaha masih belum lunas. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memastikan akan membawa masalah utang rafaksi ini ke ranah hukum. 

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mendey mengatakan persiapan dokumen untuk menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara sudah rampung. “Pengacara kami bilang habis pemilu,” tuturnya, kemarin. Kontestasi lima tahun sekali ini menyita fokus banyak pihak sehingga mereka memutuskan menunggu hingga perhelatan tersebut usai.

Gugatan ini merupakan langkah terakhir para pengusaha. Roy mengatakan pihaknya sudah menemui sejumlah pejabat untuk menagih rafaksi. Dia sudah bertemu dengan perwakilan Kementerian Perdagangan hingga Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Roy juga duduk bersama Menteri Sekretariat Negara Pratikno dan meminta agar isu ini disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Langkahnya tak membuahkan hasil.

Roy tak gentar membawa kasus ini ke meja hijau. “Kami mau kejar sebelum pemerintahan ganti supaya bertanggung jawab di masa ini,” katanya.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, juga berharap rafaksi bisa dibayarkan sebelum pemerintahan berganti. “Supaya Pak Jokowi bisa pensiun dengan tenang,” kata Pelaksana tugas Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia tersebut. Sahat bahkan mengusulkan alternatif lain pembayaran rafaksi, yaitu memotong pajak pengusaha.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rafaksi Buntut Kebijakan Seumur Jagung

Utang rafaksi pemerintah ke produsen dan penjual minyak goreng bermula ketika harga minyak goreng melambung hingga lebih dari Rp 20 ribu per liter pada awal 2022. Untuk mengatasi tingginya harga minyak goreng, pemerintah memutuskan menerapkan kebijakan satu harga Rp 14 ribu per liter. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyiapkan Rp 7,6 triliun untuk dana rafaksi atau penutup selisih biaya produksi minyak goreng dengan harga jualnya. Kebijakan tersebut dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasal 4 ayat 1 regulasi tersebut menyatakan pelaku usaha berpartisipasi dalam penyediaan kebutuhan minyak goreng kemasan. Sedangkan perintah bagi pedagang tertuang dalam Pasal 12 ayat 1, yang menyebutkan pengecer wajib menjual minyak goreng kemasan kepada konsumen Rp 14 ribu per liter. Adapun urusan pembayaran rafaksi diatur dalam Pasal 11. Isinya, BPDPKS akan melunasi klaim pengusaha paling lambat dalam 17 hari kerja. Dana tersebut cair jika produsen dan pedagang sudah melengkapi dokumen yang diperlukan serta telah diverifikasi lembaga independen. 

Akan tetapi, tidak sampai dua pekan, pemerintah mencabut kebijakan ini. Strategi mengatasi masalah minyak goreng diganti dengan penerapan harga eceran tertinggi. Saat itu Kementerian Perdagangan berjanji tetap membayar rafaksi. Roy mencatat sudah ada minyak goreng yang disalurkan senilai Rp 344 miliar selama periode singkat tersebut.

Pembayaran utang rafaksi sempat terhambat karena payung hukumnya, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2022, tidak berlaku lagi. Kementerian Perdagangan pun meminta fatwa ke Kejaksaan Agung. Pada 17 Mei 2023, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengabarkan bahwa fatwa sudah keluar: pemerintah wajib membayar rafaksi. 

Namun para pengusaha belum juga dibayar. Pemerintah, yang menyewa PT Sucofindo untuk menghitung klaim rafaksi, menemukan ada perbedaan nominal. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turun tangan menghitung nilai utang yang sebenarnya.

Warga membeli bahan pokok minyak goreng di Lotte Grosir, Jakarta, September 2023. TEMPO/Tony Hartawan


Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mencatat audit BPKP sudah selesai sejak tahun lalu. Itulah sebabnya, pada 28 November 2023, pihaknya melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim untuk meminta pembayaran rafaksi segera dilunasi.

Yeka mengatakan sudah berkoordinasi lagi dengan pemerintah soal kelanjutan rekomendasi tindakan korektif yang disampaikan lembaganya. “Kementerian Perdagangan menyatakan Pak Menteri sedang dalam upaya untuk mau melakukan pembayaran, tapi menunggu pemilu dulu,” ujarnya. Ombudsman berencana menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengawal proses pembayaran rafaksi. 

Menurut Yeka, tak ada alasan buat pemerintah untuk tidak membayar utang. Kendala payung hukum sudah terselesaikan dengan fatwa Kejaksaan Agung. Perbedaan nominal pun seharusnya selesai dengan audit BPKP. Selain itu, Ombudsman sudah mengirim saran tindakan korektif.

Dia mengingatkan, keterlambatan pembayaran berisiko tinggi menggerus kepercayaan pengusaha. Mereka bisa jadi enggan membantu pemerintah di kemudian hari lantaran khawatir akan komitmen pemerintah. 

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Tungkot Sipayung juga memperingatkan risiko atas sikap pemerintah yang terus mengulur pembayaran rafaksi. “Kasus ini bisa jadi preseden buruk ke depan. Ketika pemerintah butuh melibatkan dunia usaha, bisa jadi muncul keengganan,” tuturnya. Pemerintah harus segera menuntaskan utangnya untuk menjaga kepercayaan pelaku usaha.

Kekhawatiran tersebut pun terbukti. Aprindo menolak permintaan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi untuk menurunkan margin atau selisih keuntungan dari penjualan beras. Padahal Bapanas berharap penurunan margin tersebut bisa membuat beras dijual tidak jauh dari harga eceran tertinggi di tengah melambungnya harga beras. Salah satu alasan Aprindo menolak permintaan Bapanas adalah utang rafaksi minyak goreng belum dibayarkan pemerintah ke pengusaha retail meski sudah dua tahun berlalu.

“Karena rafaksi belum dibayar, kalau minta yang ulang-ulang (pengusaha memberi subsidi dulu) kayak kasus minyak goreng kemarin, kami enggak mau. Bayar dulu dong rafaksi,” kata Roy Nicholas Mendey.

Pekerja mengisi minyak ke dalam jeriken di sebuah agen di kawasan Manggarai, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Nasib Pembayaran Rafaksi

Ditanya ihwal rencana pembayaran utang rafaksi, jawaban Kementerian Perdagangan tak banyak berubah dari tahun lalu. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim menyebutkan pihaknya berkomitmen menyelesaikan tunggakan rafaksi. “Namun kami menerapkan prinsip kehati-hatian dalam setiap tahapan pembayarannya,” katanya, kemarin. 

Isy menegaskan pihaknya sudah berkoordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga soal rafaksi ini, termasuk dengan Kejaksaan Agung untuk meminta pendapat hukum serta dengan BPKP untuk mengaudit hasil verifikasi Sucofindo. Kementerian juga berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk mengambil langkah lebih lanjut.

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan pihaknya sudah menyiapkan dana untuk membayar rafaksi minyak goreng. Namun pencairan dana baru bisa dilakukan setelah ada hasil verifikasi dari Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. “Sampai saat ini BPDPKS belum menerima hasil verifikasi tersebut,” ujarnya.

VINDRY FLORENTIN | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ILONA ESTERINA PIRI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus