Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Bansos Jokowi Disinyalir Bakal Sebabkan Defisit Anggaran Negara

Perpanjangan bansos yang disalurkan olehJokowi, diprediksi akan menaikkan defisit anggaran negara

26 Juni 2024 | 15.27 WIB

Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan pangan atau bansos beras kepada masyarakat penerima manfaat di Kompleks Pergudangan Bulog Kampung Melayu, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, pada Rabu, 20 Maret 2024. Foto Sekretariat Presiden
Perbesar
Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan pangan atau bansos beras kepada masyarakat penerima manfaat di Kompleks Pergudangan Bulog Kampung Melayu, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, pada Rabu, 20 Maret 2024. Foto Sekretariat Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perpanjangan subsidi bantuan sosial atau bansos yang disalurkan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi, diprediksi menaikkan defisit anggaran negara. Hal ini berdasarkan dokumen prospek ekonomi Indonesia berjudul “Unleashing Indonesia’s Business Potential - June 2024”, yang dirilis oleh World Bank atau Bank Dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Publikasi itu menyebutkan, perpanjangan program bantuan sosial yang sudah ada akan meningkatkan belanja subsidi, akibat depresiasi mata uang yang saat ini sedang terjadi. Selain itu, pembayaran bunga juga akan menjadi lebih tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Semuanya diperkirakan akan mendorong defisit fiskal menjadi 2,5 persen dari PDB (produk domestik bruto) pada akhir 2024,” bunyi analisis Bank Dunia, dikutip Rabu, 26 Juni 2024.

Seperti diketahui, Indonesia memiliki berbagai jenis bantuan sosial yang dibagikan kepada masyarakat membutuhkan. Salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH) yang dicairkan setiap tiga bulan sekali dengan besaran Rp 900 ribu hingga Rp 3 juta per kategori.

Ada juga Bantuan Non Tunai atau Kartu Sembako yang dibagikan setiap dua bulan dengan besaran Rp 200 per bulan. Kemudian, ada Bantuan Pangan Beras dengan besaran 10 kilogram beras per bulan. 

Selain itu, ada juga Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan besaran Rp 200 per bulan. Belum lagi, bantuan pendidikan berupa Program Indonesia Pintar (PIP) yang disalurkan setiap enam bulan sekali. 

Setiap bantuan sosial ini disalurkan kepada lebih dari 18 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di Indonesia. Pemerintah juga memberikan Bantuan Iuran Penerima Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi 96,7 juta peserta.

Banyaknya jenis bansos yang disalurkan pemerintah membuat anggaran bantuan sosial ini mengalami lonjakan yang tajam pada awal 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, per 29 Februari 2024 realisasi anggaran bansos mencapai Rp22,5 triliun.

Selanjutnya baca: Anggaran bansos melonjak

“Anggaran bansos kita melonjak tajam dari Rp9,6 triliun ke Rp22,5 triliun atau naik 135 persen dibanding tahun sebelumnya,” katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Senayan pada Selasa, 19 Maret 2024.

Realisasi tersebut terdiri dari lima pos. Pertama, untuk Kementerian Sosial sebesar Rp12,8 triliun. Kemudian, untuk Kementerian Kesehatan sebesar Rp7,7 triliun. Serta untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebanyak Rp 900 miliar.

Anggaran berikutnya dialirkan ke Kementerian Agama sebesar Rp1,1 triliun untuk kebutuhan bantuan pendidikan. Terakhir, sebanyak Rp 800 miliar dialokasikan untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai bantuan tanggap darurat bencana.

Beranjak ke pertengahan tahun, terjadi depresiasi rupiah yang membuat satu dolar Amerika Serikat menembus angka Rp16.438. Menurut Bank Dunia, perpanjangan bantuan sosial akan membuat peningkatan belanja subsidi dan mendorong defisit fiskal menjadi 2,5 persen dari PDB di akhir 2024.

Bank dunia mencatat angka ini lebih tinggi dari defisit 2,3 persen yang tertera di undang-undang APBN 2024. Meski demikian, dalam jangka menengah defisit masih diproyeksikan akan stabil pada kisaran 2,5 persen. Hal ini mengikuti peningkatan bertahap dalam pengeluaran untuk mengakomodasi program-program pemerintahan yang akan datang, termasuk yang terkait dengan investasi publik dan infrastruktur.

Subsidi diproyeksikan akan stabil selama periode proyeksi seiring dengan melemahnya harga komoditas. Sementara itu, Bank Dunia memprediksi pendapatan diperkirakan akan terus membaik seiring dengan penerimaan pajak yang menguat akibat kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen yang direncanakan pada tahun 2025.

Dengan defisit fiskal yang lebih tinggi ditambah dengan pembiayaan yang lebih mahal karena kondisi moneter global yang tidak menguntungkan, utang pemerintah diproyeksikan tetap datar dalam jangka menengah dengan rata-rata 38,7 persen dari PDB hingga tahun 2029.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani mengatakan hingga Mei 2024, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2024 telah mengalami defisit Rp21,8 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 0,10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Meski demikian angka itu disebut masih dalam level aman. “Postur 2024 defisitnya adalah 2,29 persen dari GDP (PDB). Jadi kalau sekarang masih 0,10 persen, masih relatif on track,” ujar Sri Mulyani dalam pemaparan RAPBN 2025 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin, 24 juni 2024.

Adapun untuk masa transisi atau tahun depan, dalam rancangan anggaran 2025 defisit APBN ditargetkan 2,29-2,82 persen terhadap PDB.

RADEN PUTRI

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus