Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal II 2024 sebesar US$ 408,6 miliar. Utang luar negeri kuartal II 2024 naik 2,7 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Pada kuartal I 2024, BI mencatat utang luar negeri sebesar US$ 403,9 miliar, turun dibandingkan dengan kuartal IV 2023 yang mencapai US$ 408,5 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sebesar 0,2 persen yoy pada kuartal I 2024. Peningkatan tersebut bersumber dari utang luar negeri sektor publik maupun swasta," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi pada Kamis, 15 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Erwin menjelaskan, utang luar negeri pemerintah kembali mencatatkan kontraksi pertumbuhan. Pada kuartal II tahun ini, posisi utang luar negeri pemerintah sebesar US$ 191 miliar atau mengalami kontraksi pertumbuhan 0,8 persen yoy, melanjutkan kontraksi pada kuartal I sebesar 0,9 persen yoy.
"Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh penyesuaian penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ujarnya.
Dia menyebut, pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu. Selain itu, juga berkomitmen mengelola utang luar negeri untuk mendapatkan pembiayaan yang paling efisien dan optimal.
Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN,kata Erwin, pemanfaatan utang luar negeri terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas. Namun, tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan utang luar negeri.
Selanjutnya: Berdasarkan sektor ekonomi, utang luar negeri pemerintah....
Berdasarkan sektor ekonomi, utang luar negeri pemerintah utamanya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, yakni sebesar 20,9 persen dari total utang luar negeri pemerintah. Kemudian, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 18,8 persen. lalu, ada sektor jasa pendidikan 16,8 persen, konstruksi 13,6 persen, serta jasa keuangan dan asuransi 9,5 persen.
"Posisi utang luar negeri pemerintah tetap terkendali, mengingat hampir seluruh utang luar negeri memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,99 persen dari total utang luar negeri pemerintah," ujar Erwin.
Sementara itu, posisi utang luar negeri swasta pada kuartal II 2024 tercatat sebesar US$ 196,5 miliar atau tumbuh 0,3 persen yoy, setelah mengalami kontraksi pertumbuhan 1,2 persen yoy pada kuartal I 2024. Erwin mengungkapkan, perkembangan ini didorong oleh utang luar negeri perusahaan bukan lembaga keuangan yang tumbuh 0,6 persen yoy di tengah utang luar negeri lembaga keuangan yang masih mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,9 persen yoy.
Berdasarkan sektor ekonomi, utang luar negeri swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, lalu pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan dan penggalian. Pangsanya mencapai 79,1 persen dari total utang luar negeri swasta. Utang luar negeri swasta juga tetap didominasi oleh utang luar negeri jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,7 persen terhadap total utang luar negeri swasta.
Menurut BI, struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebesar 29,9 persen serta didominasi oleh utang luar negeri jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,7 persen dari total utang luar negeri.
Erwin melanjutkan, peran utang luar negeri juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. "Upaya tersebut dilakukan dengan tetap meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian."
Pilihan Editor: Celios: Kenaikan UKT Kian Menggerus Daya Beli Kelas Menengah