Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko menyebut tujuan pembangunan pusat industri, teknologi, dan informasi Bukit Algoritma di Sukabumi bukan hanya menghasilkan perusahaan rintisan. Kawasan yang dimimpikan menjadi Bukit Silikon atau Silicon Valley ala Indonesia ini akan menciptakan riset-riset autentik yang bakal memperoleh hak paten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bukit Algoritma ini bukan sekadar online-online yang bisa dilakukan dari rumah. Ini butuh clean room untuk riset-riset. Kalau sekadar bikin online-online marketplace itu yang buat Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) marah,” ujar Budiman saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 15 April 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembangunan Bukit Algoritma yang mencakup area 888 hektare dibangun atas wadah kerja sama operasi atau KSO antara PT Bintang Raya Lokalestari dan PT Kiniku Nusa Kreasi. Hasil kongsi kedua perusahaan menghasilkan KSO Kiniku Bintang Raya.
KSO Kiniku Bintang Raya menunjuk PT Amarta Karya (AMKA) sebagai kontraktor pembangunan. Untuk pendanaannya, Budiman memastikan pembangunan tidak menggunakan uang negara. Pengembang bakal mencari pemodal, baik untuk pembangunan sarana-prasarana maupun pengisi tenanya.
Setelah beroperasi, Bukit Algoritma akan menjadi hub dari Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK. Lokasi ini digadang-gadang menjadi tempat berbelanja teknologi.“Sehingga ini tidak hanya memindahkan toko ke HP (telepon seluler),” kata Budiman.
Budiman mengimbuhkan, ada lima sektor yang akan diprioritaskan dalam pembangunan Bukit Algoritma. Kelima sektor itu mencakup industri teknologi quantum, bioteknologi, nanoteknologi, industri semiconductor, dan industri penyimpanan energi.
Menurut dia, pembangunan Bukit Algoritma penting karena saat ini dana pengembangan riset di Indonesia masih sangat rendah. Dana riset tersebut hanya sebesar 0,15 persen dari gross domestic product atau GDP.
“Jadi kami ingin dorong untuk berubah kultur. Jangan lagi ekonomi kita berbasis gali, tebang, jual. Itu menyebabkan Indonesia akan terjebak di middle income trap,” ujar Budiman Sudjatmiko.