Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hadi Priyanto, komentari gagasan CEO SpaceX Elon Musk soal potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang bisa menyumbang energi baru terbarukan (EBT) dalam desalinasi air laut. Desalinasi merupakan proses menghilangkan kadar garam di air laut untuk penyediaan air bersih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan bos Tesla itu menurut Hadi sejalan dengan riset yang sedang dilakukan Greenpeace. Menurut Hadi, konversi energi yang dihasilkan dari PLTS untuk desalinasi sangat efektif lantaran sinar matahari yang konstan jadi faktor penting untuk kebutuhan operasi mesin desalinasi. "Tetapi efektivitas mesin desalinasinya itu perlu kajian lebih lanjut," tutur Hadi lewat pesan tertulis pada Selasa, 22 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, menurut Hadi, teknologi yang digunakan juga berperan penting untuk desalinasi tersebut. Pemilihan kapasitas mesin dan teknologi yang digunakan bakal menentukan ongkos yang dibutuhkan. "Semakin besar jumlah air yang berhasil didesalinasi maka semakin mahal pula teknologinya," ujar dia.
Hadi menyampaikan, desalinasi air laut pada dasarnya bisa menjawab permasalahan di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir yang sudah mulai tenggelam karena kenaikan muka air laut. Greenpeace, kata dia, sering menjumpai kelangkaan akses air tawar dan air bersih. "Opsi untuk mendesalinasi air laut adalah pilihat yang sangat feasible untuk memenuhi kebutuhan air tawar mereka," tuturnya.
Di luar manfaatnya, Hadi tak menampik soal adanya potensi kerusakan lingkungan hidup akibat proyek itu. Sebagai contoh, limbah elektronik dan logam dari peralatan PLTS, sambung Hadi, dapat menjadi ancaman jika dibangun di perairan dekat pesisir. "Karena sifat air garam yang korosif membuat semua peralatan berbahan logam jadi lebih cepat karat dan rusak sehingga lebih cepat jadi limbah," ucapnya.
Namun solusinya adalah penggunaan material yang lebih tahan korosif. Dia juga mengingatkan soal potensi konflik di masyarakat yang bisa membuat proyek mangkrak.
Berbeda dengan pandangan Greenpeace, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Muhammad Jamil mengkritik gagasan Elon Musk tersebut. Menurut Jamil, proses desalinasi dengan PLTS akan membuat permintaan barang hasil tambang meningkat sehingga akan makin merusak lingkungan hidup. Dia menyebut beberapa material yang digunakan untuk PLTS membutuhkan eksplorasi tambang yang dilakukan terus menerus. "Nantinya akan semakin luas sumber-sumber alami mata air di hutan. Padahal, selama ini kondisinya sudah porak-poranda," ujarnya.
Sebelumnya, pemilik sekaligus CEO Tesla Inc. dan SpaceX, Elon Musk, menilai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) bisa menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan krisis ketersediaan air global. Meskipun masih memerlukan riset yang mendalam, Elon Musk menjelaskan PLTS berpotensi jadi penyumbang energi baru terbarukan yang lebih murah juga efektif untuk proses desalinasi air laut untuk penyediaan air bersih.
“Kami terus melakukan terobosan dalam efisiensi desalinasi dan saya rasa kami sudah melakukannya. Kita mempunyai masa depan air yang baik dan saya pikir masa depan energi berkelanjutan yang baik juga ada di depan kita," kata Elon Musk saat menyampaikan sambutan dalam pembukaan World Water Forum ke-10 2024 di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin, 20 Mei 2024
SAVERO ARISTIA WIENANTO | GRACE GANDHI