Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Biaya perawatan dan pengobatan Pasien Covid-19 rencananya ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan usai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berakhir. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pemerintah harus memberikan kepastian hukum soal kebijakan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Bidang dan Hukum YLKI Rio Priambodo menuturkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 59 Tahun 2016, sebenarnya Covid-19 tidak masuk dalam daftar infeksi dan juga penyakit yang dicover BPJS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Namun, di poin terakhir sebenarnya ada satu klausul, ada suatu pasal, ada suatu ayat yang menyatakan bahwa ada penyakit emerging tertentu yang baru, ternyata di bawahnya lagi penyakit tersebut harus diatur oleh ketetapan menteri. Oleh sebab itu, saya mendukung wacana tersebut oleh BPJS," kata Rio Priambodo pada Tempo.co, Senin, 2 Januari 2023.
Dia berharap pemberlakuan kebijakan tersebut diberi payung hukum agar memberikan kepastian bagi konsumen. "Sehingga nanti tidak menjadi simpang siur di lapangan apakah ini dicover atau tidak," sambung Rio, sapaannya.
Ia melanjutkan, selama ini Covid-19 dicover oleh negara. Namun, lanjut dia, PPKM kan sudah berhenti tapi bagaimana jika ada orang yang terkena Covid-19?
Selanjutnya: nasib yang tidak punya BPJS Kesehatan tapi terkena Covid-19 ...
"Oleh sebab itu, kalau memang ini dialihkan oleh BPJS, saya pikir dengan Permenkes No 59 Th 2016, ada peluang dari pemerintah untuk meng-cover melalui BPJS. Tetapi, agar ada kepastian hukum maka saya pikir harus dibuat satu payung hukum atau regulasi yang menetapkan bahwa Covid-19 bukan emerging tertentu yang memang dicover oleh BPJS Kesehatan, sehingga BPJS sebagai operator juga mempunyai dasar hukum yang kuat dalam hal meng-cover itu," papar Rio.
Selain itu, Rio mengatakan pemerintah harus memberikan perhatian khusus ihwal orang yang tidak punya BPJS Kesehatan tapi terkena Covid-19. Menurut dia, pemerintah harus mendeteksi orang-orang yang belum mempunyai BPJS Kesehatan sehingga tidak ada lagi alasan masyarakat tidak bisa berobat ketika Covid-19.
"Oleh sebab itu, dengan kemudahan di era digital, saya pikir ini bukan suatu langkah yang menyulitkan bagi konsumen maupun pemerintah untuk tidak meng-cover masyarakat yang belum mempunyai BPJS. Kalau memang belum punya BPJS, saya pikir buat saja. Selama ini kan bisa digital," tutur Rio.
Terakhir, ia menuturkan pemerintah harus mengetahui mana daerah yang belum tercapai 100 persen BPJS Kesehatan sehingga bisa diantisipasi dan diakselerasi.
Dilansir dari Tempo, Jumat, 30 Desember 2022, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut setelah menurunnya status Covid-19 menjadi endemi dan seiring dengan penyebaran virus yang relatif melandai, maka membuat BPJS Kesehatan berkewajiban menanggung klaim pasien Covid-19.
Ia menjelaskan, nanti perhitungan biaya perawatan pasien Covid-19 saat statusnya endemi akan mengacu pada Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs). Mekanismenya pun sesuai dengan proses klaim BPJS Kesehatan pada umumnya.
“Tentu pembayaran memakai INA-CBGs berdasarkan kelompok diagnosisnya apa,” ujar Ghufron.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini