Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo.Co, Jakarta - Aturan wajib ekspor menggunakan kapal nasional yang baru saja diteken Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menuai penolakan dari pengusaha. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan aturan ini tidak sesuai dengan semangat pemerintah yang ingin mendorong kemudahan arus barang logistik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini harusnya dicabut dan dibatalkan, ini membebani pelaku usaha yang sedang berjuang dengan kondisi yang sulit saat ini,” kata Hendra kepada Tempo di Jakarta, Sabtu, 18 April 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya pada 1 April 2020, Agus resmi meneken Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut Nasional dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Aturan ini sekaligus mencabut aturan serupa yang pernah diteken menteri sebelumnya, Enggartiasto Lukita pada tahun 2018.
Saat itu, Agus mewajibkan semua eksportir batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) maupun importir beras dan barang pengadaan pemerintah, menggunakan angkutan laut dan asuransi nasional. Namun dengan Permendag 40 Tahun 2020, Agus sebenarnya memberi kelonggaran.
Sebab kewajiban tersebut kini hanya berlaku untuk penggunaan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15.000 deadweight tonnage (dwt). Aturan ini pun berlaku dua minggu lagi yaitu 1 Mei 2020.
“Melalui penyempurnaan Permendag ini, Kementerian Perdagangan berharap peran serta angkutan laut nasional dalam kegiatan ekspor impor akan meningkat, sekaligus mendorong tumbuhnya industri galangan kapal nasional,” kata Agus Suparmanto dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 17 April 2020.
Hendra mengatakan aturan ini memang terkesan memberikan relaksasi. Namun pada kenyataannya, sejumlah kegiatan ekspor batu bara tetap akan terkena imbas. Salah satunya kegiatan ekspor batu bara untuk jarak dekat ke beberapa negara tetangga seperti Myanmar dan Filipina. Ekspor inilah yang menggunakan kapal 15 ribu dwt di bawah.
Masalahnya, kapasitas kapal nasional untuk ekspor kurang dari 2 persen. Selain itu, waktu penerapan aturan yang hanya dua minggu lagi dinilai sangat mepet sekali. Sebab pada prakteknya, eksportir butuh waktu sekitar satu sampai dua bulan untuk mencari kapal dan memproses pengiriman batu bara ke pembeli. “Seharusnya dalam situasi saat ini (Covid-19), tidak ada hambatan,” kata dia.
Jika aturan ini dipaksakan, maka Hendra menyebut pengiriman barang ke negara pembeli pun berpotensi tertunda. Selain itu, biaya juga akan semakin besar jika eksportir tidak mendapatkan kapal yang sesuai dengan persyaratan. “Mungkin ada biaya tambahan, karena harus mencari-mencari, apalagi dalam kondisi sekarang kapal-kapal ini agak langka,” kata dia,