Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Produsen pesawat telepon genggam (HP) Ericsson sejak pekan lalu menyetop produksinya. Lo, ada apa? Rupanya, produsen HP dari Swedia itu tak mau lagi merugi gara-gara membuat sendiri pesawat HP. Sepanjang tahun lalu, meskipun secara keseluruhan Ericsson masih mampu meraih laba sebelum pajak senilai US$ 2,95 miliar, divisi pesawat HP-nya merugi US$ 1,6 miliar. Karena itulah, manajemen Ericsson memilih menyerahkan (outsourcing) pembuatan pesawat tersebut ke Flextronics, Singapura. "Pemakai Ericsson tak perlu panik karena pesawat HP Ericsson tetap diproduksi dan dikembangkan, termasuk suku cadangnya," kata Ade S.B. Sharif, Direktur PT Ericsson Indonesia.
Menurut sejumlah analis, kerugian produsen HP terbesar ketiga di dunia setelah Nokia dan Motorola ini karena Ericsson tak mampu menyaingi Nokia dalam memproduksi HP yang murah dan trendi. Padahal, segmen pasar untuk HP seperti itu sekitar dua pertiga dari seluruh penjualan HP di dunia. Akibatnya, hanya dalam tempo singkat, pangsa pasar Ericsson turun dari 15 persen menjadi hanya 10 persen dari total penjualan HP dunia sebanyak 400 juta buah pada tahun 2000. Bahkan, posisinya kini terancam oleh Siemens, Jerman. Untuk itulah, Ericsson buru-buru menyerahkan produksi HP-nya ke Flextronics. Berdasarkan perhitungan Ericsson, dengan pengalihan itu, perusahaan akan menghemat US$ 1,54 miliar.
Dan lagi, kata Ade, outsourcing bukanlah hal baru. Nokia dan Motorola pun melakukan hal yang sama karena biaya buruh yang terus naik. Nokia, misalnya, tahun ini mengalihkan produksi di Texas ke Meksiko dan Korea Selatan. Sementara itu, Motorola akan melipat-duakan outsourcing produksi HP menjadi 40 persen kepada pihak lain. Di industri yang lain, outsourcing juga bukan barang haram. Lihat saja industri sepatu dan tekstil. Ada Levi's van Bandung, ada juga yang dibuat di Vietnam. "Ibaratnya ini ganti penjahit saja," kata Ade.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo