Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

GAPMMI Catat Ada 1,6 Juta Pengusaha Belum Punya Sertifikat Halal

GAPMMI menyebutkan banyak pengusaha yang belum mengantongi sertifikat halal.

25 September 2019 | 21.19 WIB

Pelaku usahaindustri kecil dan menengah menerima Sertifikat Halal di Bale Asri Pusdai Jabar, Bandung, Jawa Barat, Rabu, 20 September 2017. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar membagikan 750 sertifikat halal bagi pelaku usaha di 27 kabupaten dan kota guna mendorong kesadaran mereka akan pentingnya sertifikasi dan standardisasi produk dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ANTARA FOTO/Agus Bebeng
Perbesar
Pelaku usahaindustri kecil dan menengah menerima Sertifikat Halal di Bale Asri Pusdai Jabar, Bandung, Jawa Barat, Rabu, 20 September 2017. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar membagikan 750 sertifikat halal bagi pelaku usaha di 27 kabupaten dan kota guna mendorong kesadaran mereka akan pentingnya sertifikasi dan standardisasi produk dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ANTARA FOTO/Agus Bebeng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tempo.Co Jakarta - Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Rachmat Hidayat menanyakan kesiapan pemerintah menjelang mandatori sertifikat halal pada 17 Oktober 2019. Sebabnya, dalam waktu yang tersisa tiga pekan lagi, ada 1,6 juta pelaku usaha makanan dan minuman yang belum mengantongi sertifikat halal.

"Terbayang betapa panjang antrean dan betapa luas cakupannya. Karena ini barang dan jasa, artinya juga warung rumah makan, kantin, hingga katering, ini akan pengaruhi suplai chain makanan dan minuman olahan," ujar Rachmat dalam diskusi di Hotel Millenium Sirih, Jakarta, Rabu, 26 September 2019.

Apalagi apabila melihat rekam jejak Majelis Ulama Indonesia yang dalam 30 tahun terakhir baru menyertifikasi 11 ribu pelaku usaha lintas sektoral dengan dibantu oleh hanya 1.500 auditor halal. Sehingga, dengan adanya jutaan pelaku makanan dan minuman, ia membayangkan perlunya ada tambahan auditor untuk mendukung kebijakan itu.

Rachmat mengapresiasi keputusan pemerintah yang memberikan kelonggaran berupa percobaan mandatori sertifikat halal makanan minuman selama lima tahun hingga 2024. "Jadi kami berharap pemerintah bisa berlari kencang."

Belum lagi, Rachmat mengatakan mendapat sertifikat halal itu tidak mudah. Sebab, makanan dan minuman harus bisa dipastikan keamanannya alias toyyiban atau food safety. Artinya makanan minuman tidak boleh beracun maupun berbahaya.

"Keamanan pangan di Indonesia ini PR-nya besar sekali," ujar Rachmat. Jadi, sangat mungkin ketika pelaku makanan da minuman mengajukan sertifikasi halal namun tidak langsung lolos, lantaran harus melakukan perbaikan. Dengan jutaan pelaku itu, ia meyakini proses sertifikasi akan semakin kompleks.

Di samping persoalan antrean, ia juga menyoroti soal biaya yang mesti dikeluarkan pelaku usaha bila hendak melakukan sertifikasi halal. Sebab, selama ini Rachmat menilai sertifikasi halal itu tidak murah. "Biayanya bisa berjuta-juta."

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikat Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Matsuki mengatakan waktu sertifikasi nantinya beragam tergantung dengan produk yang disertifikasi. Namun, ia mengatakan beleid yang ada memberi waktu kepada BPJPH selama maksimal 62 hari untuk menyelesaikan sertifikasi.

"Pelaksanaannya harus menghitung betul karena berkenaan dengan pelayanan publik, kecepatan, ketepatan, dan kemudahan akses dan biaya itu sangat bergantung," ujar Matsuki. Kendati demikian, ia memastikan akan ada skema fasilitasi atau bantuan bagi pelaku UMKM dari segi biaya maupun penyelia halal untuk mendapatkan sertifikat halal tersebut.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus