Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Hama Amerika Serang Ribuan Hektare Lahan Pertanian di NTT

Sebanyak 4.480 hektar lahan pertanian milik petani di Nusa Tenggara Timur (NTT) terserang hama ulat grayak.

3 Februari 2020 | 11.43 WIB

Petani menyemprotkan obat anti hama ulat pada tanaman kubis di lereng Gunung Sindoro, Kecamatan Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Senin 26/4). Mayoritas penduduk setempat menggantungkan hidupnya pada pertanian sayuran seperti kubis, kentang, wortel dan tembakau. Tempo/Arif Wibowo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Petani menyemprotkan obat anti hama ulat pada tanaman kubis di lereng Gunung Sindoro, Kecamatan Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Senin 26/4). Mayoritas penduduk setempat menggantungkan hidupnya pada pertanian sayuran seperti kubis, kentang, wortel dan tembakau. Tempo/Arif Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
TEMPO.CO, Kupang - Lahan pertanin rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT) seluas 4.480 hektare kini terserang hama ulat grayak. Hama ini merupakan jenis baru asal Amerika Serikat atau dengan nama lain fall armyworm (FAW).
 
Hama ini paling banyak menyerang lahan pertanian di Flores Timur, yakni seluas 2.379 hektar. "Serangan ulat ini muncul ketika curah hujan dalam waktu singkat dan panasnya sangat panjang," kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Jhon Oktovianus, Senin, 3 Februari 2020.
 
Dia menjelaskan, hama ulat grayak ini merupakan jenis baru asal Amerika Serikat. Kasus ulat ini di Indonesia, pertama kali terdeteksi di Sumatera Barat pada tahun 2019 dan menyebar di Banten. Penyebaran ulat grayak ini terus meluas  di seluruh wilayah Indonesia, termasuk NTT. 
 
Jhon menyatakan, fase yang paling merusak dari hama jagung ini yaitu fase larva atau ulat. Hama ulat grayak merusak pertanaman jagung dengan cara menggerek daun tanaman jagung. Bahkan, pada kerusakan berat, kumpulan larva hama ini seringkali menyebabkan daun tanaman hanya tersisa tulang daun dan batang tanaman jagung. Jika kumpulan larva hama jagung ini mencapai kepadatan, rata-rata populasi 0,2 sampai 0,8 larva per tanaman.
 
"Masa bertahan larva sangat lama yang mencapai tiga minggu, sehingga tingkat kerusakan tanaman sangat tinggi. Semua tenaga operator turun ke lapangan dan siap membantu obat- obatan kepada petani," terang Jhon.
 
Dia mengakui, pemberantasan hama ulat grayak dengan cara disemprot sedikit mengalami kendala. Pasalnya, ulat tersebut bisa berlindung di balik daun. "Kami minta partisipasi petani pemilik lahan agar pada pagi hari mematikan ulat secara manual," pinta Jhon.
 
Tentang hama belalang, dia mengaku baru ditemukan kasusnya di Kota Baru, Ende. Lahan pertanian yang terserang hama belalang pun seluas satu hektar. Belum ada laporan dari daerah atau kabupaten lain.
 
Yohanes Seo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus