Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

IDEAS Sebut Konsep Tenaga Kerja di Omnibus Law Tak Cocok di RI

Konsep tenaga kerja dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja dinilai hanya cocok diterapkan di negara maju.

9 Oktober 2020 | 13.51 WIB

Ratusan buruh dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 saat melakukan aksi di dekat depan Kantor TVRI, Senayan, Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020. Para buruh tersebut melanjutkan aksinya menuju ke kantor Kementerian Ketenagakerjaan karena akses ke gedung DPR ditutup. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Ratusan buruh dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 saat melakukan aksi di dekat depan Kantor TVRI, Senayan, Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020. Para buruh tersebut melanjutkan aksinya menuju ke kantor Kementerian Ketenagakerjaan karena akses ke gedung DPR ditutup. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengkritik konsep pasar tenaga kerja yang fleksibel yang diusung dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab UU ini memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam merekrut dan melepas tenaga kerja mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Sekilas konsep yang ditawarkan ini adalah konsep yang indah," kata peneliti IDEAS Askar Muhammad dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Askar, konsep ini terlihat dalam deregulasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan alih daya (outsourcing) dalam Omnibus Law. "Ini memberikan konfirmasi bahwa tujuan UU ini adalah untuk menurunkan biaya perekrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata dia.

Akan tetapi, Askar menyebut konsep fleksibilitas seperti ini hanya diterapkan di negara-negara yang memiliki SDM yang sudah baik. Contohnya seperti Singapura, Denmark, Jerman, dan negara skandinavia lainnya.

Sebaliknya konsep ini tidak cocok diterapkan di Indonesia yang masih didominasi tenaga kerja tidak terampil (low skilled workers). Jika diterapkan di tengah kondisi pasar yang belum siap, maka diprediksi akan lahir ketimpangan antar tenaga kerja terampil (high-skilled workers) dan tidak terampil.

Sebab, kata Askar, pasar tenaga kerja fleksibel akan lebih menguntungkan high-skilled workers dengan keterampilan yang dimiliknya. Sebaliknya low-skilled workers dipastikan akan lebih kesulitan mendapatkan pekerja baru bila terkena PHK.

Dalam Omnibus Law, dua ketentuan ini memang berubah. Contohnya yaitu pekerja berstatus PKWT. Dalam aturan baru, pemerintah tidak mengatur secara rinci batas waktu pembaruan tenaga kontrak. Ketentuan mengenai detail jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja akan diatur dengan beleid turunan melalui peraturan pemerintah.

Sedangkan pada UU Ketenagakerjaan perjanjian waktu kerja tertentu ditetapkan maksimal dua tahun dengan pembaruan kontrak paling banyak satu kali. Selain itu, Omnibus Law juga memangkas aturan masa tenggang pembaruan tenaga kontrak.

Di hari yang sama, akun twitter resmi Kementerian Ketenagakerjaan juga mulai menyebarkan informasi soal Omnibus Law ini. Dalam hal PKWT, kementerian tidak menyinggung soal batas waktu pemberuan tenaga kontrak ini.

Hanya disebutkan empat poin saja yaitu PKWT hanya untuk pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu (tidak tetap). Lalu, PKWT memberikan perlindungan untuk kelangsungan bekerja dan perlindungan hak pekerja sampai pekerjaa selesai.

Kemudian, PKWT berakhir, pekerja berhak mendapatkan uang kompensasi, sesuai dengan masa kerja mereka. Ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Terakhir, syarat PKWT disebut tetap mengacu pada UU Ketenagakerjaan. "Dengan penyesuaian terhadap perkembangan kebutuhan dunia kerja," tulis pihak Kemenaker.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus