Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui target investasi di rentang Rp 1.800 sampai Rp 1.900 triliun pada 2023. Angka ini naik dibandingkan target tahun 2022 yang sebesar Rp 1.200 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentu peningkatan daya saing dan juga OSS (Online Single Submission) menjadi penting," kata Airlangga dalam konferensi pers usai sidang kabinet, Rabu, 16 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terakhir, realisasi investasi 2021 diumumkan sebesar Rp 901,2 triliun. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebut angka ini sudah melebihi target Rp 900 triliun yang diberikan Jokowi maupun target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang sebesar Rp 858,5 triliun.
Target investasi hingga Rp 1.900 triliun ini dipatok karena pemerintah menilai perlu ada reformasi struktural di 2023. Sebab, defisit anggaran di 2023 sudah disepakati kembali di bawah 3 persen sesuai UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Penanganan Covid-19.
Ketidakpastian dari varian Covid-19 dan inflasi global juga berpengaruh. Lalu, normalisasi kebijakan moneter juga diprediksi mengerek tingkat suku bunga. Walhasil, ekonomi global 2023 diperkirakan lebih rendah ketimbang 2022.
Untuk itulah, kata Airlangga, butuh sumber-sumber pembiayaan baru untuk pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sudah mematok ekonomi 2023 tumbuh 5,3 sampai 5,9 persen, lebih tinggi dari 2022 yang sebesar 5,2 persen.
Mendorong sektor investasi hanya satu upaya reformasi struktural. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 5,9 persen adalah peningkatan kredit perbankan.
Airlangga menyebut ini berhubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait relaksasi kredit yang diharapkan tak perlu ada pembatasan waktu. "Kemudian juga perlu ada penurunan pencadangan dari sisi perbankan," kata dia.
Lantaran, pemerintah melihat potensi kredit di sektor perbankan saat ini masih sangat tinggi. Realisasinya hanya sedikit di atas 5 persen, lebih rendah dibandingkan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik 12 persen. "Kita masih punya room yang cukup tinggi," ujar Airlangga.