Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

KPK Kritik Face Recognition di Kartu Prakerja, Sikap Pemerintah?

Pemerintah memastikan face recognition digunakan untuk menghindari dari potensi kerugian yang muncul dalam menentukan peserta Program Kartu Prakerja.

20 Juni 2020 | 06.16 WIB

Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin, 20 April 2020. Pemerintah membuka gelombang kedua pendaftaran program yang bertujuan memberikan keterampilan untuk kebutuhan industri dan wirausaha itu mulai Senin ini hingga dengan Kamis 23 April 2020 melalui laman resmi www.prakerja.go.id. ANTARA
material-symbols:fullscreenPerbesar
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin, 20 April 2020. Pemerintah membuka gelombang kedua pendaftaran program yang bertujuan memberikan keterampilan untuk kebutuhan industri dan wirausaha itu mulai Senin ini hingga dengan Kamis 23 April 2020 melalui laman resmi www.prakerja.go.id. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari angkat bicara menanggapi temuan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK soal metode pengenalan wajah (face recognition) untuk identifikasi identitas peserta program yang dinilai berlebihan dan terbilang mahal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Denni menyebutkan salah satu alasan identifikasi identitas peserta program Kartu Prakerja dengan face recognition adalah karena sudah lazim digunakan. "Ini bukan ruang hampa, tapi best practise yang dilakukan di industri," ujarnya saat webinar bertajuk 'Pemulihan Ekonomi di Era New Normal' , Jumat malam, 19 Juni 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia juga menyarankan agar pertanyaan terkait pas atau tidaknya face recognition untuk mengidentifikasi identitas peserta program disampaikan ke sejumlah industri yang sudah menggunakan alat tersebut. "Bisa tanya ke ahlinya atau ke asosiasi fintech, apakah face recognition selama ini bisa digunakan untuk identifikasi pengguna? Apakah cukup dengan data NIK (Nomor Induk Kependudukan) saja?" kata Denni.

Denni memastikan pemerintah menggunakan face recognition tak lain untuk menghindari dari potensi kerugian yang muncul dalam menentukan peserta Program Kartu Prakerja. "Face recognition biasa digunakan untuk menghindari fraud."

Lebih jauh, Denni menjelaskan penggunaan face recognition juga menindaklanjuti banyaknya temuan di lapangan soal seorang pendaftar Program Kartu Prakerja yang menggunakan banyak NIK. "Dulu di medsos, ada yang mengaku bisa mendaftar dengan 5 NIK. Ada juga yang mengaku NIK-nya dipakai, padahal belum pernah mendaftar Prakerja," ucapnya.

Meski begitu Denni enggan menanggapi lebih jauh temuan-temuan KPK yang dialamatkan pada Program Kartu Prakerja ini. "Saya minta maaf tidak bisa menjawab lebih jauh. Saya hanya pelaksana kebijakan yang dikeluarkan di masa yang kurang menguntungkan," katanya. "Nanti akan ada waktu khusus untuk menjelaskan program ini. Karena ada tujuh kementerian yang menyusun kebijakan. Tidak hanya Kemenko Perekonomian."

Denni menyebutkan Program Kartu Prakerja sebagai program yang baru berusia sangat dini. "Ini masih bayi, banyak yang harus dilakukan agar bisa tumbuh kuat. Apakah ada alternatif lain untuk menyelamatkan kalangan menengah? Jika tidak ada, apakah status quo lebih baik?" tuturnya.

Sebelumnya, KPK menilai face recognition tak perlu dipakai untuk program Kartu Prakerja. KPK menganggap pemakaian metode pengenalan wajah untuk mengidentifikasi identitas peserta program itu berlebihan. "Itu yang pakai cuma BIN (Badan Intelijen Negara) dan polisi," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di kantornya, Jakarta, Jumat, 19 Juni 2020.

Selain berlebihan, Pahala menilai penggunaan face recognition juga mahal. Manajemen pelaksana atau PMO Kartu Prakerja menganggarkan sampai Rp 30 miliar untuk melakukan face recognition.

Uang itu salah satunya dipakai untuk menyewa jasa pihak ketiga yang akan mencocokkan foto diri yang diunggah calon peserta dengan data di Sistem Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri. Butuh biaya Rp 5.500 per peserta untuk melakukan pencocokan ini.

Menurut Pahala, pihak pelaksana Kartu Prakerja berdalih menggunakan pengecekan ini untuk menghindari adanya peserta dengan identitas ganda yang melamar Program Kartu Prakerja. Namun, menurut Pahala, pencocokan lewat wajah justru punya kelemahan. Pasalnya, foto tak akan dikenali bila peserta tersebut mengubah penampilannya.

RR ARIYANI | ROSSENO AJI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus