Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik menolak seluruh substansi dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 alias Perpu Corona. Perpu ini sejak 12 Mei 2020 telah disahkan menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Muhammadiyah menolak dengan tegas karena bertentangan dengan jiwa dan nilai-nilai dasar moralitas konstitusi negara Republik Indonesia,” demikian hasil rekomendasi dalam pernyataan sikap PP Muhammadiyah yang diterima Tempo di Jakarta, Kamis, 21 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perpu Corona ini hanya satu dari sejumlah aturan yang ditolak Muhammadiyah. Selain itu, PP Muhammadiyah juga menolak RUU Cipta Kerja, RUU Minerba, hingga Perpres Pelibatan TNI.
Ada sejumlah alasan di balik penolakan Muhammadiyah. Salah satunya, Pasal 2 yang menghilangkan peran DPR dalam penganggaran, terutama terkait APBN. “Menjadikan eksekutif (pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi) tanpa kontrol terkait anggaran,” tulis Muhammadiyah.
Pasal ini mengatur bahwa pemerintah berwenang menetapkan sejumlah perubahan APBN. Salah satunya defisit anggaran melampaui 3 persen. “Ini bertentangan dengan Pasal 20A UUD 1945,” tulis Muhammadiyah. Adapun pasal 20A UUD 1945 mengatur bahwa DPR memiliki fungsi anggaran.
Kedua, Pasal 27 ayat 1 dalam Perpu Corona ini menghilangkan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, kebijakan yang diambil lewat Perpu Corona dinilai bukan kerugian negara. “Ini bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945,” tulis Muhammadiyah.
Ketiga, Pasal 27 ayat 3 juga menyebutkan bahwa kebijakan di bawah Perpu Corona tidak dapat dituntut baik ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bagi Muhammadiyah, pasal ini fungsi yudikatif dalam Pasal 24 UUD 1945.
Saat ini, Perpu Corona yang sudah jadi UU ini sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memberi penjelasan kepada MK bahwa Perpu yang digugat, kini telah dijadikan UU.
Adapun terkait pernyataan sikap Muhammadiyah ini, Kementerian Keuangan akan mempelajarinya. “Kami cermati dulu,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo.