Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat meminta pemerintah kembali menurunkan harga gas untuk produksi pupuk. Musababnya, harga gas untuk produksi pupuk di dunia hanya berkisar USD 1,5-3 per ton. Sedangkan, harga di Indonesia USD 6 per ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah sampaikan ke Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Kementerian Perindustrian (agar harga gas untuk pupuk bisa turun," kata Ass di kantor BUMN, Jakarta, Senin, 16 Oktober 2017. "Bahkan, sebelumnya (harga gas) lebih besar lagi mencapai USD 8-9 per ton)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aas menuturkan gas menjadi kebutuhan terbesar untuk produksi pupuk di Indonesia, yakni mencapai 70 persen dari total biaya produksi. Bahkan, gas untuk biaya produksi akan tetap dibayar jika tidak digunakan karena membelinya dengan sistem take or pay.
"Jadi, tidak mungkin pabrik ditutup jika merugi. Karena tetap akan tetap bayar karena kontraknya harus terpakai 85 persen," ucapnya. "Biarpun dipakai 1 persen gasnya, bayarnya tetap 85 persen."
Lebih jauh Aas mengatakan tantangan terberat produksi pupuk Indonesia, adalah bersaing dengan harga jual di internasional. Soalnya, harga jual pupuk di tingkat internasional USD 200 per ton. Sedangkan, harga jual pupuk produksi Indonesia USD 240-260 per ton, karena biaya produksinya tinggi.
Tantangan lain, kata dia, adalah suplai pupuk dunia yang melimpah mencapai 240 juta ton. Sedangkan, pemakaian di dunia hanya 180 juta ton. "Artinya sangat bersaing. Yang kualitasnya baik dan cost rendah yang bisa masuk," ucapnya. "Sedangkan, harga gas pembuatan pupuk di Indonesia tinggi, yang mempengaruhi harga jualnya yang tinggi," ucapnya.
Selain itu, masalah lain adalah banyak pabrik di Indonesia yang sudah tua. Bahkan, dari 14 pabrik pupuk di Indonesia, hampir sebagian besar sudah berusia di atas 30 tahun jika dirata-ratakan. Dari jumlah pabrik tersebut, 10 pabrik dimiliki BUMN, sisanya swasta.
"Pabrik yang tua pemakaian gasnya lebih tinggi. Tidak seperti pabrik baru yang lebih efisien dalam pemakan gas," ujarnya.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan aset pupuk mencapai Rp 130 triliun. Adapun untuk produksi pupuk urea mencapai 8,3 juta ton per tahun dan pupuk NPK 3,3 ton per tahun. "Pupuk mempunyai aset yang terbesar di sektor Argo dan Farmasi," ucapnya.
IMAM HAMDI