Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro mengungkap sejarah hukum mengenai eksistensi keberadaan kampung tua di Rempang, Batam. Ia menyebut, sejarah hukum kampung tua di Rempang sebagai sesuatu yang unik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini secara yuridis unik. Dulu semangat awalnya mau melegalisasi karena sudah ada turun temurun. Tapi di akhir, hilang. Ini sesuatu yang unik," kata Johanes dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Rabu, 27 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Johanes mengatakan bahwa pada awalnya Pemerintah Kota Batam berkomitmen untuk menjaga nilai-nilai kampung tua. Tapi, dalam peraturan terakhir tahun 2021, kampung tua tidak diatur lagi. "Padahal, mereka yang terlibat dalam proses itu, orang-orang yang sebenarnya terlibat dalam proses pembuatan kebijakan sebelumnya," ujar Johanes.
Menurutnya, sejarah hukum kampung tua diawali dengan SK Walikota Batam Nomor KPTS.105/HK/III/2004 tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Tua di Kota Batam.
Dalam surat keputusan tersebut, terdapat tiga kampung tua di Kecamatan Galang yaitu Sembulang, Dapur 6, dan Tanjung Banon."Terhadap kampung tua itu tidak direkomendasikan untuk HPL Otorita Batam dan kewenangannya di bawah Pemerintah Kota Batam," kata Johanes.
Selanjutnya, terdapat Perda Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam 2004-2014. Perda ini menyatakan perlunya inventarisasi dan penetapan kawasan kampung tua sebagai bentuk kepastian hukum.
Johanes mengungkap selanjutnya ada Keputusan bersama BP Batam dan Walikota Batam tentang Tim Evaluasi dan Inventarisasi Kampung Tua. "Sebenarnya pada 2000-an itu, semangat untuk memetakan atau mengidentifikasi itu sudah diputuskan melalui SK dan peraturan lainnya," kata Johanes.
Selanjutnya: Ombudsman mempertanyakan legalisasi tidak dijalankan
Bahkan, pada 2007 telah direkomendasikan untuk mempertahankan kawasan kampung tua agar tidak masuk dalam pengembangan kawasan. Hal itu terdapat di Surat Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 234 Tahun 2007 tentang pembentukan kajian MoU dengan PT MEG.
"Ini yang kemarin kita konfirmasi dan klarifikasi ke BP Batam. Mengapa rekomendasi ini tidak ditindaklanjuti? Artinya dibiarkan saja sampai peristiwa kemarin," ujar Johanes.
Pada 2011, terbit keputusan bersama Pemko Batam dan BP Batam tentang perubahan SKB Tim Penyelesaian Kampung Tua. Lalu, pada 2015 muncul Maklumat Kampung Tua yang ditandatangani Gubernur Kepri, Pemko Batam, DPRD Batam, Kantah Batam, RKWB, LAM Batam.
Dalam maklumat itu dijelaskan, dukungan dikeluarkannya 33 titik kampung tua di Kota Batam dari HPL BP Batam dan penyerahan penyelesaiannya kepada Pemerintah Kota Batam.
"Sebenarnya, kampung tua itu semua yang ada di area pulau-pulau di sana. Hanya yang tertuang dalam maklumat ini, statusnya quo. Yang di luar pulau, seperti Rempang dan Galang itu statusnya quo," kata Johanes.
Pada 2020, terbit SK Walikota Batam No 89/HK/I/2020 tentang Tim Teknis Penyelesaan Legalitas Kampung Tua Kota Batam. Dalam SK itu, pada dasarnya ada semangat untuk melindungi nilai-nilai masyarakat asli Batam.
Kemudian, pada 2021 terbit Perda Kota Batam Nomor 4 Tahun Kota Batam 2021 tentang RTRW. Dalam perda ini, kampung tua sudah tidak diatur lagi.
"Artinya, ada sebuah langkah yang tidak tuntas sampai muncul persoalan kemarin itu. Maka tidak salah jika menteri ATR/BPN mengatakan mereka tidak punya sertifikat. Kami melihatnya justru, kenapa legalisasi yang sudah diawali sejak 2000-an sampai kemarin tidak difinalisasi dan tidak dijalankan," ujar Johanes.