Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Sekretaris Kabinet Indonesia Pramono Anung mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengirim surat protes kepada Presiden dan Ketua Parlemen Uni Eropa atas penolakan sawit Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Presiden telah menulis surat secara khusus pada Presiden Uni Eropa, kemudian ketua Parlemen Uni Eropa, yang menyatakan keberatan dan protes dengan keras apa yang dilakukan Uni Eropa berkaitan dengan kelapa sawit,” katanya di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis, 8 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pramono menuturkan, lewat surat protes yang diteken Presiden itu, pemerintah Indonesia menilai perlakuan Uni Eropa tersebut sebagai bentuk proteksionisme. “Pemerintah Indonesia menganggap apa yang dilakukan Uni Eropa ini bentuk dari proteksionisme yang dilakukan oleh mereka terhadap produk bunga matahari dan sebagainya karena mereka tahu dengan kelapa sawit ini akan menjadi sebuah keunggulan bagi bangsa kita,” ujarnya.
Menurut Pramono, surat protes kepada Presiden dan Ketua Parlemen Uni Eropa itu sudah dikirimkan Jokowi pada pekan lalu. “Surat itu sudah dikirimkan oleh Presiden sebagai protes keras,” ucapnya.
Ia berujar pemerintah Indonesia juga tengah menimbang untuk melakukan hal yang sama. “Dan juga Indonesia akan memperlakukan treatment yang equal kalau memang kemudian ada rencana untuk dihambat,” tuturnya.
Mengenai hal ini, Pramono tidak merincinya. “Kalau mereka tetap melakukan proteksionisme, tentunya Indonesia tidak mau diperlakukan seperti ini. Sekarang kan sudah era perdagangan bebas. Semua negara harus menghormati satu negara dengan negara lain,” katanya.
Pramono mengatakan pelarangan yang dilakukan Uni Eropa terhadap kelapa sawit Indonesia dinilai melanggar asas persaingan usaha yang sehat. “Indonesia sebenarnya dianggap sebagai negara yang taat dan patuh kepada isu tentang iklim dunia karena Indonesia selalu berpartisipasi aktif di COP (Conference of Parties atau Konferensi Perubahan Iklim PBB), baik di Paris, Maracas, dan sebagainya,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah Indonesia menilai pelarangan ini kampanye hitam bagi produk sawit Indonesia. “Sekarang ini (pengiriman) kelapa sawit ke Eropa itu kecil dibandingkan ke Asia Timur maupun Cina dan beberapa negara lain. Sehingga secara komoditas pasti tidak akan terganggu. Tapi ini sudah terjadi yang kita sebut black campaign terhadap sawit, maka Presiden telah menandatangani surat yang ditujukan pada Presiden Uni Eropa dan Parlemen Uni Eropa. Suratnya minggu lalu,” ucapnya.
Pemerintah, kata dia, juga mencurigai pelarangan masuknya kelapa sawit Indonesia itu sebagai proteksi negara-negara Uni Eropa untuk produk biofuel negara itu yang di antaranya berasal dari biji bunga matahari. “Sebenarnya sekarang ini di seluruh dunia bisa menerima, kecuali Uni Eropa. Mereka takut bunga matahari yang menjadi andalan mereka tersaingi. Itu saja,” tuturnya.
Soal rencana penerbitan keputusan presiden tentang sertifikasi kelapa sawit Indonesia, Pramono membantahnya sebagai langkah pemerintah menghadapi pelarangan Uni Eropa tersebut. “Sudah ada aturan tentang hal tersebut supaya kelapa sawit itu menjadi produk yang tersertifikasi,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menolak keputusan Parlemen Eropa, yang tetap menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan pada 2021. Pemerintah Indonesia mengemukakan kekecewaan atas tindakan Parlemen Eropa tersebut. Demikian siaran pers Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Selasa, 23 Januari 2018.
Baca berita lain tentang Jokowi di Tempo.co.