Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini, banyak orang yang belum menyadari bahaya penyakit meningitis. Padahal, menurut Dokter Spesialis Saraf Primaya Hospital Bekasi Utara yang sebelumnya bernama RS Awal Bros, Istiana Sari, meningitis adalah penyakit yang sangat menular.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyakit meningitis sempat menjadi buah bibir saat menjadi penyebab meninggalnya penyanyi Glenn Fredly pada Rabu 8 April 2020, pukul 18.00 di Rumah Sakit Mitra, Fatmawati, Jakarta Selatan. Penyanyi bernama lengkap Glenn Fredly Deviano Latuihamallo itu meninggal dalam usia 44 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istiana Sari mengatakan penyakit meningitis adalah peradangan meningen yaitu peradangan yang terjadi pada selaput pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. “Peradangan tersebut disebabkan oleh infeksi akibat virus, bakteri, atau jamur yang ditularkan melalui percikan cairan hidung dan tenggorokan yang terciprat saat batuk atau bersin dari penderita meningitis, “ ujar Istiana Sari dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 10 April 2020.
Menurut Dokter Spesialis Saraf Primaya Hospital Karawang, Henny Herawati, menambahkan meningitis bisa disebabkan oleh penyakit primer pendahulu. Contohnya, pasien memiliki riwayat tuberkulosis paru, maka antibodi pasien akan melemah sehingga kuman dapat menyebar ke otak dan menyebabkan peradangan di selaput otak. "Kasus lain misalnya telinga membengkak, gigi berlubang hingga membengkak, atau terdapat infeksi daerah sinus namun tidak diobati hingga tuntas sehingga kuman dapat menyebar ke otak,” ujar Henny Herawati.
Istiana Sari menambahkan bahwa pada saat daya tahan tubuh menurun, sistem antibodi tidak dapat secara maksimal melawan infeksi sehingga kuman bisa menyebar ke sum sum tulang belakang dan selaput otak. Meningitis juga bisa terjadi bila seseorang mengalami kecelakaan atau benturan di bagian kepala yang menyebabkan tulang kepala retak atau terbuka sehingga bakteri masuk ke selaput otak. “Untuk kasus tertentu, proses operasi bagian otak yang tidak tepat dapat mengakibatkan bakteri masuk ke otak akibat terbukanya kepala saat operasi,” ujar Istiana Sari.
Meningitis bisa menyerang segala usia. Usia yang paling rentan terhadap meningitis adalah bayi di bawah usia 1 tahun dan dewasa usia lanjut. Alasannya, daya tahan tubuh kelompok masyarakat itu sangat rentan. Selain itu, usia remaja 15 - 24 tahun juga rentan terhadap meningitis jika menerapkan gaya hidup yang tidak sehat. "Seperti merokok, mengonsumsi alkohol, atau berpergian ke club di tengah orang banyak sehingga tanpa disadari memiliki potensi tertular meningitis,” ujar Istiana Sari.
Gejala awal yang timbul akibat meningitis dapat bermacam-macam seperti nyeri kepala, nyeri leher, nyeri otot, mual, muntah, nafsu makan menurun, lesu, dan cepat mengantuk. Gejala yang lebih parah yang dapat terjadi yaitu kejang, kaku kuduk (leher), penurunan kesadaran, nyeri kepala berat, demam tinggi di atas 38 derajat, gangguan penglihatan, kejang, gangguan konsentrasi, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh, atau lumpuh. “Biasanya, gejala-gejala ringan tersebut dapat terjadi sekitar 1 hingga 2 pekan. Jika dibiarkan, gejala-gejala berat dapat terjadi,” ujar Henny Herawati.
Jika seseorang terindikasi meningitis, maka dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan analisis riwayat kesehatan. Seseorang yang terindikasi meningitis dapat di diagnosis melalui alat CT Scan atau MRI serta melakukan pengecekkan darah untuk mengetahui indikasi meningitis. Kemudian, pasien dapat dilakukan lumbal fungsi yaitu pengambilan cairan otak agar dapat memastikan penyebab terjadinya meningitis seperti virus, bakteri, atau jamur.
“Jika sudah ditemukan sumber penyebab meningitis, maka pasien tersebut akan diberikan pengobatan sesuai sumbernya. Jika karena bakteri, maka pasien akan diberikan antibiotik, jika karena virus akan diberikan antivirus, dan jika karena jamur akan diberikan anti jamur. Pasien juga dapat diberikan cairan melalui infus jika ia kekurangan cairan di dalam tubuh dan pemasangan oksigen jika diperlukan,” ujar Istiana Sari.
Menurut Henny Herawati, untuk kasus meningitis akibat penyakit primer pendahulu seperti TBC, pneumonia, pembengkakan gigi, atau penyakit pendahulu lainnya; maka pasien juga akan diberikan obat sesuai penyebab penyakit pendahulunya. Jangka waktu penyembuhannya sendiri sebenarnya tidak dapat diprediksi. Jangka waktu penyembuhan pasien meningitis tergantung kecepatan pasien membawa kasus ini ke tim medis. Jika diperiksa pada saat gejala ringan, maka pengobatan akan lebih cepat selesai. "Sebaliknya, jika dibawa ke rumah sakit ketika gejala yang terjadi cukup berat seperti kejang-kejang dan tidak sadarkan diri, maka tingkat penyembuhannya akan semakin lama atau bahkan semakin kecil. Tidak hanya itu, jangka waktu penyembuhan pasien juga bergantung pada kecepatan diagnosis dan ketepatan pemberian terapi,” kata Henny Herawati.
Ketika dalam masa pengobatan, pasien meningitis harus meningkatan daya tahan tubuh, jangan stres, ikuti petunjuk dokter, makan-makanan bergizi tinggi protein, dan jangan lupa untuk mencegah penularan ke orang lain. Menurut Istiana Sari, risiko kematian pasien meningitis yang sudah melakukan terapi dan pengobatan pada bayi dengan usia kurang 1 tahun adalah sebesar 20-30 persen, untuk usia anak yang lebih besar dari 1 tahun risiko kematiannya sekitar 2 persen, dan untuk orang dewasa risiko kematiannya sekitar 19-37 persen. “Data tersebut secara umum mengacu pada data Badan Kesehatan Dunia,” kata Istiana.
Jika pasien sudah sembuh dari meningitis, pasien harus tetap melakukan kontrol rawat jalan untuk mengindari adanya potensi komplikasi lanjutan. “Jika pasien mengalami cacat pasca meningitis, maka pasien dapat dilakukan fisioterapi atau terapi-terapi lainnya sesuai dengan kondisi pasien,” ujar Henny Herawati.
Perlu diperhatikan bahwa proses penyembuhan meningitis tidak dapat disembuhkan hanya dengan proses rawat jalan. “Perlu dilakukan pemeriksaan secara komprehensif pada penyakit meningitis sehingga sangat dianjurkan agar pasien melakukan rawat inap,” ujar Istiana.
Untuk menghindari penyakit meningitis, sebaiknya seseorang dapat menjaga daya tahan tubuh dengan mengikuti gaya hidup sehat seperti pola makan sehat, olahraga cukup, tidak merokok, rutin cuci tangan, hindari sharing barang dengan orang lain (karena kita tidak tahu apakah orang lain memiliki penyakit meningitis atau tidak), hindari daerah yang banyak terjadi kasus meningitis tinggi. “Untuk mencegah meningitis, bayi dapat melakukan imunisasi seperti MMR, cacar, dan PCV. Pada dasarnya, orang dewasa juga bisa melakukan vaksin meningitis, terutama untuk orang yang hendak melakukan ibadah haji,” ujar Istiana.