Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mengolah sampah menjadi pupuk kompos adalah kegiatan yang bermanfaat untuk lingkungan sekaligus ekonomi. Ketimbang membuang sampah organik begitu saja, ada baiknya iseng-iseng mengolah sampah menjadi pupuk agar dapat digunakan kembali sebagai penyubur tanaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya saja, tak semua orang berhasil mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos atau mengompos. CEO Sustaination Dwi Sasetyaningtyas mengatakan kegagalan saat mengompos bisa jadi karena ada proses yang terlewat sehingga sampah organik tidak menjadi pupuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dwi Sasetyaningtyas mengatakan ada empat hal dalam proses mengompos, yaitu mikroba, materi coklat, materi hijau, dan udara. "Material coklat warnanya coklat, kering, bunyinya kriuk. Contoh ranting, daun kering, kardus, koran, atau serpihan kayu," kata Dwi dalam siaran pers Ikatan Alumni Universitas Indonesia atau ILUNI UI.
Material hijau adalah semua yang segar, seperti bunga, daun, bulu-bulu hewan, sisa sayur dan buah, hingga roti. "Itu semua material hijau," kata dia.
Ada dua metode mengompos, yakni dengan oksigen (aerob) dan tanpa oksigen (anaerob). Aerob membutuhkan oksigen atau udara melalui lubang komposter dan pengadukan sesekali. Sementara anaerob menguraikan sampah tanpa menggunakan udara.
Pupuk Kompos Organik Diminta Dilabeli
Bagi para pemula, Dwi menyarankan untuk menerapkan metode aerob karena lebih mudah, hasil dapat dikontrol, risiko lebih rendah, dan tidak menimbulkan bau. "Mikroba menjadi kunci sukses dalam mengompos," katanya.
Selain sampah organik, sampah anorganik seperti sampah plastik juga dapat digunakan untuk hal yang bermanfaat dan bernilai tambah, seperti kemasan kopi instan, kemasan bumbu dapur dan lainnya. Sampah ini bisa diolah kembali misalkan menjadi bahan baku bangunan.
Masyarakat dapat bisa mengirimkan sampah plastik ini Rebricks Indonesia. Di sana, sampah plastik ditransformasi menjadi bahan-bahan material bangunan dengan menggunakan metode shredding. Caranya, mencacah sampah plastik, lalu mencampurkan formula yang telah dibuat, kemudian sampah dibentuk menjadi batu bata.
"Sampah plastik tidak mesti bersih, tapi harus kering," kata Co-Founder Rebricks Indonesia, Novita Tan. Jika masih terdapat serbuk di dalam kemasan, menurut dia, biarkan saja dan tidak perlu dicuci. Untuk sampah plastik minyak, bisa dilap supaya kering kemudian kirim ke drop point Rebricks di Setiabudi, Ciputat, dan Tangerang Selatan.