Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Inilah Tempat Makan Sekaligus Nongkrong Asyik di Jakarta  

Tebet dan kawasan Pantai Indah Kapuk menjadi pilihan kuliner warga Jakarta.

8 Maret 2015 | 15.37 WIB

Restoran Dejons Steak yang berada di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. dejonstebet.com
Perbesar
Restoran Dejons Steak yang berada di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. dejonstebet.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tebet adalah satu dari sekian tempat nongkrong di Jakarta yang kian berkembang dengan konsep nan segar. Sebuah kawasan yang memberikan pilihan banyak titik untuk bersosialisasi dan bukan sekadar menikmati makanan. Jangan pula heran karena hampir semua destinasi yang tersedia laku dikunjungi warga.

“Sebenarnya Tebet sudah mulai ramai jadi tempat nongkrong sejak tahun 2004,” ujar warga Tebet, Ricky Permana, 33 tahun. Menurut dia, kawasan pertama yang paling ramai adalah Jalan Tebet Dalam Utara. Di sana ada 36 rumah makan, termasuk yang berdiri di Jalan Raya Tebet. Rata-rata memiliki konsep casual dining—tempat yang enak untuk ngobrol.

Selain Tebet, ada beberapa tempat nongkrong lain yang menjadi pilihan warga Ibu Kota. Mari mampir ke kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara. PIK sangat mirip dengan Orchard Road, Singapura, terutama di sepanjang Jalan Marina Indah Raya dan Jalan Elang Laut. Banyak rumah toko yang disulap begitu rupa hingga mirip dengan pusat jajan di luar negeri.

Di beberapa titik bahkan ada yang mirip pusat jajan Dongdaemun di Korea Selatan. Kombinasi antara deretan lampu, kanopi, dan kursi-meja bertema unik ikut menyajikan panorama mengesankan. Segala menu pun menunggu dipilih pengunjung.

Dari masakan ala Asia Timur, kawasan Timur Tengah, Eropa, hingga Mediterania siap menguji selera Anda. Dan jangan lupa, tersedia tempat parkir nyaman untuk kendaraan.

Di Tebet, harga makanan yang ditawarkan lebih ramah di kantong. Pengunjung di sini kebanyakan memang dari kalangan mahasiswa dan anak sekolah. Sedangkan di PIK, patokan harganya lebih tinggi. Karakteristik konsumennya pun lebih beragam.

Pengunjung berkantong tebal juga dapat memilih kawasan nongkrong yang lebih eksklusif di sepanjang Jalan Senopati dan Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan. Beberapa waktu lalu di Wolter Monginsidi bahkan muncul tempat nongkrong yang sangat populer, yaitu Pasar Santa. Di tempat ini, suasana pasar disulap menjadi kawasan bersih dan cozy dengan berbagai macam gerai.

Di kawasan yang tidak begitu populer dan jauh dari pusat bisnis-perkantoran pun bermunculan tempat nongkrong baru. Sebut saja Jalan Cipete Raya-Fatmawati, Jakarta Selatan. Ini wilayah yang lebih dekat dengan perumahan warga dan sekolah. Tapi jangan salah, beberapa tempat di sini masuk dalam rating terpopuler versi situs pengkaji rumah makan Zomato.com. Sebut saja Toodz House, yang sudah berdiri sejak tiga tahun lalu. Tempat ini selalu dikunjungi tak kurang dari sekitar 100 orang tamu saat jam makan siang.

Selain sajian makanan enak dan beragamnya pilihan menu, tempat nongkrong populer memiliki fasilitas menarik. Selain suasana yang didukung desain interior unik, pelayanan, kebersihan, dan fasilitas Internet nirkabel adalah gula-gula bagi pengunjung.

Tidak jarang beberapa tempat nongkrong juga menyediakan fasilitas tambahan berupa penampilan musik hidup. Ada juga ruang pertemuan terpisah berkapasitas besar yang dilengkapi dengan overhead projector (OHP).

Inisiator lembaga Center for Middle-Class Consumer Studies (CMCS) Yuswohady mengatakan berkembangnya tempat nongkrong baru di Jakarta terjadi karena adanya cool factor dalam kegiatan berinteraksi warga Jakarta. Cool factor adalah faktor penarik yang membuat sebuah kegiatan menjadi terlihat bergengsi.

Salah satu komponen faktor ini, menurut Siwo--sapaan Yuswohady, adalah meningkatnya kebutuhan warga dalam mengembangkan koneksi sosial. “Tidak hanya nongkrong untuk ngobrol. Tempat nongkrong sekarang dijadikan lokasi ketemu komunitas, twitter-an, atau facebook-an. Bisa juga narsis karena habis dari situ mereka selfie untuk ditaruh di media sosial,” kata Siwo, Senin, 2 Maret 2015.

Dengan demikian, tempat nongkrong bukan lagi sekadar lokasi untuk mengenyangkan perut, juga untuk aktualisasi diri. Mereka ingin menunjukkan kualitas hidup yang dianggap lebih baik.

Dari sisi pemilik gerai, keuntungannya adalah berupa marketing competition (gabungan dari kata cooperation dan competition). Pemilik gerai, kata Siwo, dapat bersaing secara sehat tanpa kehilangan konsumen. Sebab, dengan banyaknya pilihan gerai di satu kawasan, pengunjung akan datang lagi untuk mencoba suasana baru.

Siwo benar. Yuni, 49 tahun, misalnya, segera mengabarkan ke sahabatnya seusai pertama kali mengunjungi Pasar Santa. Ia takjub karena suasana di sana tak lagi mirip pasar yang hibuk seperti kesan selama ini. Menurut dia, tempatnya enak untuk mengobrol. “Saya ingin ke sana lagi,” kata warga Bintara, Bekasi, ini. Mari!

CHETA NILAWATY

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Martha Warta Silaban

Martha Warta Silaban

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus