Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Vespa Klasik Kembali Populer, Apa Kelebihannya?

Vespa yang dulu dikenal sebagai kendaraan kuno mulai muncul kembali. Apa kelebihan vespa klasik ini?

6 Mei 2018 | 19.47 WIB

Anjar Gumelar bersama Vespa miliknya. Sumber: bisnis.com
Perbesar
Anjar Gumelar bersama Vespa miliknya. Sumber: bisnis.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Vespa yang dulu dikenal sebagai kendaraan kuno mulai muncul kembali dengan wajah baru yang lebih modern. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi perkembangan subkultur Mod juga di kalangan generasi muda. Namun demikian, Vespa dan Mod tidak masuk berbarengan. Vespa disebut masuk lebih dahulu ke Indonesia dan dibeli bukan oleh kalangan buruh, bukan juga bentuk perlawanan kelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Salah satu tonggaknya adalah ketika Pasukan Garuda yang menyelesaikan tugas dalam misi perdamaian di Afrika. Mereka diberi Vespa Congo sebagai hadiah dari pemerintah sekitar 1960-an. Dosen Universitas Padjadjaran yang juga pengamat budaya populer Justito Adiprasetio menyebut motor keluaran Piaggio itu mulai banyak di Tanah Air pada periode 1960-1970. Tetapi jelas, serbuan skuter ini tak ada kaitan dengan subkultur Mod. Baca: Simak Gejala Awal Lupus dari Kulit Ruam dan Bersisik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasalnya, pembelinya adalah kalangan menengah atas. “Dan jangan lupa, waktu itu motor Jepang itu juga mulai masuk ke Indonesia. Mereka yang beli Vespa adalah yang cukup kaya daripada mereka yang hanya bisa beli motor Jepang,” katanya.

Barulah pada era 1990-an Vespa mulai menjadi subkultur lantaran jumlahnya yang sangat terbatas dan bengkelnya pun tidak banyak. Posisinya yang minoritas dibandingkan dengan motor Jepang ini membuat pemilik Vespa membangun jejaring komunitas.

Pada dekade 1980-1990-an harga Vespa mulai murah, terutama keluaran 1970 dan 1960-an. Orang malas membeli Vespa karena cukup rewel perawatannya seperti ganti busi dan tali kopling. Menurut Justito, harga skuter ini mulai menanjak ketika pengaruh gaya hidup vintage yang suka barang dari masa lalu muncul sekitar 2004 atau 2005, salah satunya di Bandung. Baca: 5 Aktivitas Seksual Ini Tingkatkan Keintiman dengan Pasangan

Seri Vespa tahun 1960-an dan 1970-an pun mulai naik harganya karena gaya hidup anak. Perburuan Vespa klasik melambungkan harga dan muncullah kolektor-kolektor baru. Di Bali, ujar Justito, banyak orang Amerika atau Eropa yang memburu motor-motor klasik seperti keluaran tahun 1964.

Sementara itu, sisi subkulturnya Vespa juga tetap ada dan hidup, baik di kalangan muda kelas menengah maupun komunitas dari kelas bawah, seperti komunitas Vespa gembel.

Bagi Sentot Soe, Pendiri KUTU Community, kelebihan Vespa bukan hanya terletak pada kendaraannya, tapi juga pada solidaritasnya. “Siapa yang tidak tahu solidaritas ‘anak Vespa’? Mau mogok di mana pun pasti berhenti untuk bantu. Selain itu Vespa lebih punya lifestyle.”

KUTU sendiri adalah singkatan dari Ketika Usia Tidak jadi Urusan, sebuah komunitas Vespa yang berdiri 2014 di kawasan Kemang, Jakarta.

Komunitas lainnya adalah Vespa Cowboys Indonesia yang berdiri sejak 2015, yang awalnya ini adalah nama komunitas skuter di Belanda. Setelah mendapat izin, barulah Vespa Cowboys hadir di Tanah Air. Baca: Raditya Dika Menikah, Tahu Baju Penyelamatnya?

Kepala Divisi Humas Vespa Cowboys Indonesia Ruben Siagian menyebut anggotanya rata-rata anak muda, seperti pelajar SAM dan mahasiswa. Namun diakuinya dari 40-an anggota hanya 25 yang aktif.

Menurut Ruben, harga Vespa klasik memang terus naik karena semakin sedikit dan pemilik tidak butuh uang. “Punya uang pun belum tentu ada barangnya yang sedang dijual.”

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus